Senin, 11 Januari 2016

AGAMA DAN MASYARAKAT

Agama merupakan tempat mencari makna hidup yang ultimate, dan juga merupakan sumber motivasi bagi suatu individu dalam hubungan sosialnnya dimana pengalaman keagamaan akan terefleksikan pada tindakan sosial.
Peran agama dan kehidupan sosial sangatlah berhubungan. Yaitu pengaruh dari cita-cita agama dan etika agama yang dapat berdampak pada kehidupan individu dari kelas sosial dan grup sosial. Agama sebagai suatu sistem yang mencakup individu dan masyarakat, seperti adanya emosi keagamaan, keyakinan terhadap sifat faham, serta kesatuan sosial yang terikat terhadap agamanya.
Peraturan agama dalam masyarakat penuh dengan hidup, menekankan pada hal-hal yang normative atau menunjuk pada hal yang sebaiknya dan seharusnya dilakukan.
Karena latar belakang sosial yang berbeda dari masyarakat agama, maka masyarakat memiliki sikap dan nilai yang berbeda pula. Timbul hubungan dua arah, tidak hanya kondisi sosial saja yang menyebabkan lahir dan menyebarnya ide serta nilai-nilai, tetapi bila ide dan nilai itu telah terlembaga, maka akan memengaruhi tindakan manusia.
Dalam proses sosial, hubungan nilai dan tujuan masyarakat relative harus stabil dalam setiap momen. Bila terjadi perubahan bentuk sosial dan kultural, masyarakat dipengaruhi oleh berbagai perubahan sosial. Setiap kelompok berbeda dalam kepekaan agama dan cara merasakan titik kritisnya. Dan masing-masing kelompok akan menafsirkan sesuai dengan kondisi yang dihadapinya. Keadaan demikian menimbulkan kepekaan kelompok agama untuk mempermasalahkan masyarakat dan mendapatkan makna HAM berupa gerakan menawarkan nilai dan solidaritas HAM yang bersifat keagamaan meskipun, dalam kenyataannya, kaitan agama dengan masyarakat dapat merupakan daya penyatu atau mungkin berupa daya pemecah.
1.       Fungsi agama
Ada 3 aspek : kebudayaan, sistem sosial dan kepribadian. 3 aspek tersebut merupakan kompleks fenomena sosial terpadu yang pengaruhnya dapat diamati dalam perilaku manusia, sehingga timbul pertanyaan, sejauh mana fungsi lembaga agama dalam memelihara sistem dan sejauh mana agama dalam mempertahankan keseimbangan pribadi melakukan fungsinya.
Aksioma teori fungsional agama adalah segala sesuatu yang tidak berfungsi akan lenyap dengan sendirinya, karena agama sejak dulu sampai saat ini masih ada, mempunyai fungsi dan bahkan memerankan sejumlah fungsi. Teori fungsionalis agama juga memandang kebutuhan-kebutuhan yang mentransendensikan pengalaman-pengalaman sebagai dasar dari karakteristik dasar eksistensi manusia.
Jadi, seorang fungsionalis memandang agama sebagai petunjuk bagi manusia untuk mengatasi diri dari ketidakpastian, ketidakberdayaan dan kelangkaan; dan agama dipandang sebagai mekanisme penyesuaian yang paling dasar terhadap unsur-unsur tersebut.
Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai bersumber pada acuan yang bersifat sakral, maka normanyapun kukuh dengan sanksi-sanksi sakral.
Fungsi agama dibidang sosial adalah fungsi penentu dimana agama menciptakan suatu ikatan bersama.
Fungsi agama sebagai sosialisasi individu ialah individu, pada saat dia tumbuh menjadi dewasa memerlukan suatu sistem nilai sebagai tuntutan umum yang mengarahkan aktivitasnya.
Menurut Roland Robertson, masalah fungsionalisme agama diklasifikasikan berupa keyakinan, praktek, pengalaman, pengetahuan dan konsekuensi.
2.       Pelembagaan agama
Agama begitu universal, permanen dan mengatur dalam kehidupan, sehingga bila tidak mengahami agama maka akan susah memahami masyarakat.
Hal yang penting dalam memahami lembaga agama adalah apa dan mengapa agama ada, unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi dan struktur agama.
Hubungan agama dengan masyarakat dapat mencerminkan 2 tipe :
-          Masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai sakral
-          Masyarakat-masyarakat praindustri yang sedang berkembang.
Agama memberikan arti dan ikatan pada sistem nilai dalam tiap masyarakat ini, tetapi pada saat yang sama lingkungan yang sakral masih dapat dbedakan.
Dilain pihak, agama tidak memberikan dukungan sempurna terhadap akrivitas sehari-hari; agama hanya memberikan dukungan terhadap adat-istiadat dan terkadang merupakan suatu sistem tingkah laku tandingan terhadap sistem yang telah disah kan. Nilai-nilai keagamaan dalam masyarakat menempatkan focus utamanya pada pengintegrasi kaitan agama dengan masyarakat.
Agama melalui wahyunya atau kitab sucinya memberikan petunjuk kepada manusia guna memenuhi kebutuhan mendasar yaitu selamat di dunia dan akhirat
Bermula dari para ahli agama yang mempunyai pengalaman agama dan adanya fungsi diferensiasi internal dan stratifikasi yang ditimbulkan oleh perkembangan agama, maka tampillah organisasi keagamaan yang terlembaga dan fungsinya adalah mengelola masalah keagamaan.
Pengalaman tokoh agama merupakan pengalaman kharismatik, yang akan melahirkan suatu bentuk perkumpulan keagamaan, yang kemudian menjadi organisasi keagamaan terlembaga.
Lembaga-lembaga keagamaan pada puncaknya berupa peribadatan, pola ide-ide dan keyakinan-keyakinan, serta sebagai asosiasi atau organisasi. Misalnya pada kewajiabn beribadah haji dan munculnya organisasi keagamaan.
Organisasi keagamaan yang tumbuh secara khusus semula dari pengalaman agama tokoh kharismatik pendiri organisasi, kemudian menjadi organisasi keagamaan yang terlembaga. Contohnya yaitu Muhammadiyah.
Tampilnya organisasi agama adalah akibat adanya “Perubahan batin” atau kedalaman beragama, mengimbangi perkembangan masyarakat dalam hal alokasi fungsi, fasilitas, produksi, pendidikan dan sebagainya. agama menuju ke pengkhususan fungsional. Pengaitan agama tersebut mengambil bentuk dalam berbagai corak organisasi keagamaan.
3.       Masyarakat-masyarakat industri sekular
Masyarakat industri bercirikan dinamika dan semakin berpengaruh terhadap semua aspek kehidupan, sebagian besar penyesuaian terhadap alam fisik namun yang paling penting adalah penyesuaian dalam hubungan kemanusiaan sendiri.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai konsekuensi penting dalam beragama. Salah satunya adalah masyarakat semakin terbiasa menggunakan metode empiris berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam menanggapi masalah kemanusiaan, sehingga lingkungan yang bersifat sekular smakin meluas.

Pernyataan diatas menimbulkan pertanyaan apakah masyarakat sekular akan mampu secara efektif mempertahankan ketertiban umum tanpa kekerasan institusional apabila pengaruh agama telah semakin berkurang. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar