Senin, 09 Mei 2016

Sejarah Walisongo di Masjid Agung Demak


Ada yang istimewa di kota Demak - Jawa Tengah. Di pusat kota ini, tepatnya di sebelah barat alun-alun  terdapat sebuah bangunan masjid  yang bersejarah. Masjid itu memiliki bentuk yang unik dan khas. Arstitektur bangunan dan ornamennya bergaya klasik yang menunjukkan identitas sebagai bangunan kuno.
Di masjid itulah yang merupakan salah satu jejak sejarah penyebaran ajaran Islam di nusantara. Pada masa lampau, masjid ini diyakini sebagai tempat berkumpul dan berdiskusi para Walisongo.
Masjid Agung Demak  berlokasi di Kauman - Desa Gelagah Wangi, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Masjid ini merupakan cikal bakal berdirinya kerajaan Glagahwangi Bintoro Demak. Raden Fatah bersama Wali Songo mendirikan masjid ini tahun 1466 hingga 1477 M. 
Dalam perkembangannya,  Masjid Agung Demak telah mengalami beberapa renovasi dengan tetap mempertahankan ciri khasnya yaitu atap bersusun tiga serta jumlah pintu sebanyak 5 buah.

Terakhir dilakukan pada tahun 1987 dengan bantuan dana dari APBN dan dari negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI)  karena mengakui keberadaan Masjid Agung Demak sebagai monumen bagi masyarakat muslim yang memiliki arsitektur unik sesuai dengan dinamika zamannya.

Cukup menarik menyimak bangunan masjid ini. Bentuk bangunan atap masjid berbentuk limas ditopang 8 tiang yang disebut Saka Majapahit.Bangunan masjid terbuat dari kayu jati berukuran 31 m x 31 m dengan bagian serambi berukuran 31 m x 15 m. Atap tengahnya ditopang oleh 4 buah tiang kayu besar (soko tatal atau soko guru) yang dibuat oleh empat wali dari Wali Songo.

Keseluruhan bangunan ditopang 128 soko, empat di antaranya soko guru yang menjadi penyangga utama bangunan masjid. Jumlah tiang penyangga masjid 50 buah yang terdiri dari  28 penyangga serambi dan 34 tiang penyangga tatak rambat, sedang tiang keliling sebanyak 16 buah.

Yang menarik, ada legenda yang berkisah bahwa  tiang utama dan atap sirap masjid tersebut adalah hasil karya para wali, yaitu Sunan Ampel, Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga.

Salah satu soko guru, hasil karya Sunan Kalijaga tidak terbuat dari kayu utuh sebagaimana layaknya tiang utama, melainkan dari potongan kayu(tatal) yang disusun dan diikat. Bagi masyarakat Demak dan sekitarnya terdapat cerita bahwa salah satu atap sirap Masjid Agung Demak terbuat dari intip (kerak nasi liwet) hasil buatan Sunan Kalijaga.

Di dalam lokasi kompleks Masjid Agung Demak juga terdapat beberapa makam raja-raja Kesultanan Demak dan para abdinya.

Di sana juga terdapat museum yang berisi peninggalan berkaitan riwayat berdirinya Masjid Agung Demak. Ada juga menara masjid yang unik dan berbentuk khas dan tempat berwudhu kuno yang bentuknya menyerupai kolam.

Selain itu juga ada hiasan berupa piring keramik kuno, ornamen berbentuk Surya Majapahit, ukir-ukiran dan sebagainya yang sangat indah, artistik dan bernilai sejarah yang sangat tinggi.



Sabtu, 07 Mei 2016

PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN ISLAM DI INDONESIA

PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN ISLAM
DI INDONESIA

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Ilmu Budaya Dasar





Disusun oleh:
Mutiara Shanti Dwima S (14115869)


Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
Universitas Gunadarma
Depok
2016



BAB I
PENDAHULUAN

            Kedatangan Islam  membawa dampak besar dalam segala bidang terutama di Jazirah Arab. Selama masa Nabi dan Khulafaur Rasyidin, pada umumnya mereka sibuk dengan dakwah dan jihad. Islam ating dengan alqur’an dan Hadist, keduanya menyeludup kedalam hati para umat Islam dan bersemi abadi dalam zihin mereka, sehingga hal itu dapat dengan cepat merubah adat istiadat mereka, akhlak mereka, bahkan merubah seluruh bidang kehidupan mereka. Berbekaslah perubahan itu pada ilmu pengetahuan, tata cara hidup, tata cara berfikir atau dengan kata lain berbekas pada kehidupan mereka.
            Revolusi Islam yang berlandaskan Al-qur’an dan Sunnah telah membangun suatu kebudayaan baru diatas kebudayaan Jahiliyyah yaitu kebudayaan Islam. Lalu, bagaimana kebudayaan Islam itu dapat menyebar hingga ke Indonesia? Apa saja peninggalan kebudayaan di Indonesia itu? Hal ini akan dibahas lebih lanjut oleh penulis pada bab selanjutnya.


BAB II
PEMBAHASAN
            Sejak dahulu, bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa yang suka bergaul, para pedagang Indonesia kerap kali bersikap ramah dengan bangsa lain. Oleh karena itu, banyak bangsa lain yang datang ke wilayah nusantara untuk menjalin hubungan perdagangan. Ramainya perdagangan di Nusantara disebabkan karena melimpahnya hasil bumi di Indonesia serta letak Negara Indonesia yang berlokasikan di jalur pelayaran dan pedagangan dunia. Perdagangan di Nusantara ini melibatkan para pedagang dari berbagai negara.
            Pada sekitar abad ke-7, selat Malaka telah dilalui oleh pedagang Islam dari berbagai negara, yaitu India, Persia, dan Arab yang dalam pelayarannya menuju negara-negara dia Asia tenggara dan China. Hal ini menyebabkan agama dan kebudayaan Islam masuk ke Indonesia. Pada abad ke-9, orang-orang Islam mulai mendirikan perkampungan Islam di Malaka, Palembang serta Aceh.
            Terdapat beberapa perbedaan pendapat mengenai waktu masuknya Islam di Indonesia, sebagian menyatakan bahwa Islam masuk sejak abad-7 hingga abad-8 Masehi. Pendapat itu datang berdasarkan berita dari Cina pada zaman Dinasti T’ang yang mengungkapkan adanya orang Ta shih (Arab dan Persia) yang menghentikan penyerangannya terhadap Ho Ling dibawah pemerintahan Ratu Sima (674).
            Sebagian lagi menyatakan bahwa Islam masuk pada abad ke-13. Hal ini didasari oleh runtuhnya Dinasti Abbasiyah di Bagdad(1258). Hal ini juga didasari oleh berita Marcopolo, Ibnu Bathuthah, Nisan Kubur, Sultan Malik al Saleh di Samudera Pasai. Pendapat ini diperkuat dengan masa penyebaran ajaran Tasawuf.
            Terdapat perbedaan pendapat pula mengenai negri asal pembawa agama serta kebudayaan Islam, beberapa mengatakan bahwa agama Islam datang dari Arab, Persia, serta India. Namun para ahli menitikberatkan bahwa golongan pembawa Islam ke Indonesia ialah bersal dari Gujarat, India. Hal ini diperkuat akan adanya bukti sejarah berupa batu nisan makam, tata kehidupan masyarakat dan budaya Islam di Indonesia yang banyak memiliki persamaan dengan umat Islam di Gujarat.
            Ketika Islam masuk melalui jalur perdagangan, pusat perdagangan dan pelayaran disepanjang pantai dikuasai oleh raja-raja daerah pada bangsawan dan penguasa lainnya, misalnya raja atau adipati Aceh, Johor, Jambi, Surabaya, dan Gresik. Mereka berkuasa mengatur lalu lintas perdagangan dan menentukan harga barang yang diperdagangkan. Mereka yang memulai melakukan hubungan dagang dengan para pedagang Muslim. Terlebih lagi dengan adanya permasalahan politik di kerajaan Majapahit serta para adipati di pesisir ingin melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit. Oleh karena itu, hubungan dan kerjasama dengan pedagang-pedagang muslim makin erat. Sehingga banyak diantara mereka yang mulai masuk Islam karena adanya dukungan dan bantuan dari pedagang Muslim agar mereka mampu melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit.
            Setelah raja-raja daerah, adipati pesisir, para bangsawan dan penguasa pelabuhan masuk Islam, rakyat di daerah itupun mulai masuk Islam, contohnya di daerah Demak, Ternate, Gowa, serta Banjar.
            Proses masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia dilakukan secara damai dan berlangsung secara bertahap sehingga tidak menimbulkan ketegangan social. Terdapat berbagai macam cara penyebaran agama dan kebudayaan Islam di Indonesia, yaitu:
1.      Perdagangan
Pada taraf permulaan, saluran Islamisasi adalah pedagangan. Sibuknya perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 M membuat perdagang-perdagang muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian barat, tenggara dan timur benua asia. Saluran Islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan ikut turut serta dalam kegiatan perdagangan bahkan mereka yang menjadi pemilik kapal dan saham.
2.      Perkawinan
Dari sisi ekonomi, para pedagang muslim memiliki status social yang lebih baik dibandingkan warga pribumi yang lain, sehingga para penduduk tersebut terutama putri-putri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri sodagar-sodagar itu. Sebelum menikah, mereka di Islamkan terlebih dahulu. Dan setelah mereka memiliki keturunan, maka lingkungan mereka makin luas. Kemudian timbul kampung-kampung dan kerajaan-kerajaan muslim.
Misalnya perkawinan Maulana Iskhak dengan putri Raja Blambangan yang melahirkan Sunan Giri; perkawinan Raden Rahmat (Sunan Ngampel) dengan Nyai Gede Manila, putri Tumenggung Wilatikta; perkawinan putri Kawunganten dengan Sunan Gunung Jati di Cirebon; perkawinan putri Adipati Tuban (R.A. Teja) dengan Syekh Ngabdurahman (muslim Arab) yang melahirkan Syekh Jali (Jaleluddin). Dalam perkembangan berikutnya, adapula wanita muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan, tentu saja setelah keturunan bangsawan ini di Islamkan terlebih dahulu.
3.      Tasawuf
Para pengajar Tasawuf atau disebut juga para Sufi’, mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Diantara ahli-ahli Tasawuf yang memberikan ajaran mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuruh di Aceh, Syaik Lemah Abang dan Sunan Panggung di Jawa, ajaran mistik seperti ini berkembang di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini.
4.      Pendidikan
Islamisasi juga dilakukan dengan cara melalui pendidikan yaitu dengan adanya pesantren juga dengan adanya pondok-pondok yang diselenggarakan oleh para ulama, kiai serta guru agama. Di pesantren tersebut mereka dididik dan diberi ilmu pengetahuan mengenai Islam secara mendalam, seperti membaca dan menghafal al-Quran, dan sebagainya.
Setelah lulus dari pesantren tersebut, mereka pulang ke kampung masing-masing kemudian berdakwah di daerah asal mereka tersebut atau ditempat-tempat lain untuk mengajakan Islam. Hal ini menyebabkan penyebaran Islam yang kian meluas.

5.      Dakwah
Peran Wali Songo sangatlah berpengaruh dalam dakwah Islam di Indonesia. Wali merupakan sebutan bagi orang-orang yang sudah mencapai tingkat tinggi pengetahuan dan penghayatan agamanya sangat dalam dan sanggup berjuang untuk kepentingan agama tersebut. Oleh karena itu, para wali menjadi sangat dekat dengan Allah sehingga mendapat gelar waliullah. Para Wali Songo yang berjuang dalam penyebaran agama Islam diberbagai daerah dipulau jawa adalah sebagai berikut :
1.      Maulana Malik Ibrahim
2.      Sunan Ampel
3.      Sunan Drajad
4.      Sunan Bonang
5.      Sunan Giri
6.      Sunan Kalijaga
7.      Sunan Kudus
8.      Sunan Muria
9.      Sunan Gunung Jati
6.      Seni Budaya
Saluran Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukkan wayang. Dahulu, Sunan Kalijaga disebut sebagai tokoh yang paling mahir mementaskan wayang. Beliaupun tidak pernah meminta upah atas pertunjukkan yang ditampilkannya.
Terdapat seni bangunan masjid, mimbar, dan ukiran-ukirannya yang masih menunjukkan seni tradisional bermotifkan budaya Indonesia-Hindu, seperti yang terdapat pada candi-candi Hindu atau Budha. Hal itu dapat dijumpai di Masjid Agung Demak, Masjid Baiturrahman Aceh, dan Masjid Ternate. Pintu gerbang pada kerajaan Islam atau makam orang-orang yang dianggap keramat menunjukkan bentuk candi bentar dan kori agung. Juga dengan nisan-nisan makam kuno di Demak, Kudus, Cirebon, Tuban dan Madura menunjukkan budaya sebelum Islam. Semua hal itu menunjukkan bahwa budaya Islam tidaklah meninggalkan seni budaya yang ada sebelumnya, melainkan ikut memeliharanya. Seni budaya yang terpelihara dalam rangka proses Islamisasi itu banyak sekali, antara lain perayaan Grebek Maulud (Sekaten) di Yogyakarta, Surakarta dan Cirebon.

Banyak sekali peninggalan-peninggalan kebudayaan Islam yang terdapat di Indonesia, antara lain :

1.      Kaligrafi
Kaligrafi merupakan perkembangan seni menulis indah dalam huruf Arab. Bisa juga disebut Khat. Seni kaligrafi yng bernafaskan Islam merupakan rangkaian dari ayat-ayat suci Al-qur’an. Tulisan tersebut dirangkai seindah dan sedemikian rupa sehingga membentuk gambar seperti binatang, daun-daunan, bunga, sulur, tokoh wayang dan sebagainya. contonya adalah kaligrafi yang terdapat pada batu nisan, kaligrafi bentuk wayang dari Cirebon dan kaligrafi berbentuk hiasan.

2.      Kraton
Kraton atau istana atau puri berfungsi sebagai pusat pemerintahan serta sebagai tempat tinggal raja dan keluarganya. pada zaman kekuasaan Islam, didirikan cukup banyak kraton sesuai dengan perkembangan kerajaan Islam. Contoh kraton antara lain kraton Cirebon (didirikan oleh Syarif Hidayatullah tahun 1636), Istana Raja Gowa, Istana kraton Surakarta, kraton Yogyakarta dan Istana Mangkunegara.
3.      Batu Nisan
Batu Nisan terbuat dari batu yang bentuknya bermacam-macam. Pada bangunan batu nisan biasanya dihiasi ukiran-ukiran seta kaligrafi. Kebudayaan ini diduga berasal dari Perancis dan Gujarat. Beberapa batu nisan peninggalan sejarah di Indonesia antara lain:
a.       Batu nisan Malik As-Shaleh
Sultan Malik as-Shaleh merupakan raja pertama di kerajaan Samudera Pasai. Letak makamnya berada di Lhokseumawe.
b.      Batu nisan Ratu Nahrasiyah
Batu nisan ini dibangun diatas makam ratu Samudera Pasai yang meninggal pada tahun 1428. Batu nisan ini memuat kutipan Surat Yasin dan Ayat Kursi.
c.       Batu nisan Fatimah binti Maimun
Batu nisan ini berada di Leren, Gresik, Jawa Timur.
d.      Batu nisan Sultan Hasanuddin
Batu nisan ini berada satu komplek bersama makam raja-raja Gowa dan Tallo.
4.      Bentuk Masjid
Dilihat dari segi arsitekturnya, terdapat bentuk gaya arsitektur yang menampilkan ciri khas dari Indoneia, yakni :
a.       Atapnya bertingkat/tumpang da nada puncaknya (mustaka)
b.      Pondasinya kuat dan agak tinggi
c.       Ada serambi di depan atau di samping
d.      Ada kolam/parit di bagian depan atau samping
Contohnya :
1.      Mesjid Angke
Masjid ini terletak di Jakarta Barat. Dibangun pada abad ke-18. Mesjid ini beratap tumpang 2. Merupakan mesjid tua yang masih terlihat kekunoannya. Masjid ini memiliki hiasan yang merupakan perpaduan antara gaya Jawa, Cina, Arab dan Eropa. Dibangun pada tahun 1761.  
2.      Mesjid Demak
Mesjid Demak terletak di Kadilangu, Demak. Didirikan pada masa pemerintahan Raden Patah dan dipimpin langsung oleh Sunan Kalijaga. Mesjid ini beratap tumpang yang mirip dengan bentuk pura Hindu. Salah satu tiangnya terbuat dari bahan pecahan-pecahan kayu yang disebut tatal (soko tatal).
3.      Mesjid Kudus
Sunan Kudus mendirikan masjid di kota Kudus pada tahun 1549 dengan menggunakan batu pertama dari Baitul Maqdis, dari Palestina. Bentuk menara yang mirip dengan bentuk candi menunjukkan percampuran pengaruh agama Hindu dan Budha, seperti cara Sunan Kudus menyampaikan ajaran agama Islam agar lebih mudah dimengerti oleh penganut agama Hindu dan Budha pada masa itu. Menara masjid ini dibangun tanpa menggunakan semen sebagai perekatnya dan dihiasi oleh 32 piring biru yang berhiaskan lukisan.
4.      Mesjid Banten
Mesjid ini didirikan pada abad ke-16. Bangunannya memiliki atap tumpang sebanyak lima tingkat. Menara pada masjid ini didirikan oleh arsitektur Belanda bernama Cardel. Itulah sebabnya masjid ini menyerupai Mercusuar yang bergaya Eropa.
5.      Mesjid Cirebon
Masjid yang juga dikenal dengan nama Masjid Agung Kasepuhan dan Masjid Agung Sang Cipta Rasa ini diprakarsai pembangunannya oleh Sunan Gunung Jati dan diarsiteki oleh Sunan Kalijaga. Masjid ini selesai dibangun pada tahun 1480, di masa penyebaran agama Islam oleh Wali Songo. Berlokasi di kompleks Keraton Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat, masjid ini mempunyai keunikan berupa sembilan pintu untuk masuk ke ruangan utama, yang melambangkan Wali Songo. Di bulan Ramadhan, sumur air Banyu Cis Sang Cipta Rasa selalu ramai dikunjungi oleh peziarah yang meyakini air dari sumur itu mampu mengobati berbagai penyakit. Masjid Agung Cirebon juga dikenal dengan nama Masjid Sunan Gunung Jati.
5.      Seni Pahat
Seni pahat berasal dari Jepara. Pada dinding depan masjid Mantingan, terdapat seni pahat yang merupakan pahatan tanaman yang bahasa seninya disebut Arabesk, tetapi jika diteliti lebih, maka akan muncul pahatan kera. Terlebih lagi di Cirebon terdapat pahatan harimau. Bisa disimpulkan bahwa kedua daerah tersebut merupakan akulturasi antara budaya hindu dan Islam.
6.      Seni Pertunjukkan
Di antara seni pertunjukan yang merupakan seni Islam adalah seni suara dan seni tari. Seni suara merupakan seni pertunjukan yang berisi salawat Nabi dengan iringan rebana. Dalam pergelarannya para peserta terdiri atas kaum pria duduk di lantai dengan membawakan lagu-lagu berisi pujian untuk Nabi Muhammad Saw. yang dibawakan secara lunak, namun iringan rebananya terasa dominan. Peserta mengenakan pakaian model Indonesia yang sejalan dengan ajaran Islam, seperti peci, baju tutup, dan sarung.
7.      Tradisi dan Upacara
Tradisi atau upacara yang merupakan peninggalan Islam di antaranya ialah Gerebeg Maulud. Perayaan Gerebeg, dilihat dari tujuan dan waktunya merupakan budaya Islam. Akan tetapi, adanya gunungan ( tumpeng besar) dan iring-iringan gamelan menunjukkan budaya sebelumnya (Hindu Buddha). Kenduri Sultan tersebut dikeramatkan oleh penduduk yang yakin bahwa berkahnya sangat besar, yang menunjukkan bahwa animisme-dinamisme masih ada. Hal ini dikuatkan lagi dengan adanya upacara pembersihan barang-barang pusaka keraton seperti senjata (tombak dan keris) dan kereta. Upacara semacam ini masih kita dapatkan di bekas-bekas kerajaan Islam, seperti di Keraton Cirebon dan Keraton Surakarta.

Di keraton Surakarta upacara pembersihan barang-barang pusaka di kenal dengan “jamasan pusaka” yang dilakukan pada malam 1 Muharam/Suro sehingga dikenal Tradisi Sura. Acara jamasan pusaka kemudian dilanjutkan dengan upacara kirab, salah satunya adalah upacara kirab pusaka, seperti Pusaka Kanjeng Kyai Slamet, merupakan sebuah simbolisasi dari keinginan untuk mendapatkan keselamatan, kesejahteraan, dan kebahagiaan hidup baik lahir maupun batin. Sebagai cucuk lampah dalam acara kirab tersebut adalah kerbau bule keturunan Kanjeng Kyai Slamet, salah satu klangenan peninggalan Sri Susuhunan Paku Buwono X dan 10 pusaka yang diperintahkan untuk dikirabkan pada pergantian tahun baru (malam 1 Sura). Konon menurut kepercayaan masyarakat Jawa, kerbau adalah salah satu hewan yang dianggap memiliki tuah tersendiri sebagai tolak bala untuk mengusir segala bencana.

8.      Karya Sastra
Pengaruh Islam dalam sastra Melayu tidak langsung dari Arab, tetapi melalui Persia dan India yang dibawa oleh orang-orang Gujarat. Dengan demikian, sastra Islam yang masuk ke Indonesia sudah mendapat pangaruh dari Persia dan India. Karya sastra masa Islam banyak sekali macamnya, antara lain sebagai berikut:
a.       Babad, ialah cerita berlatar belakang sejarah yang lebih banyak di bumbui dengan dongeng. Contohnya: Babad Tanah Jawi, Babad Demak, Babad Giyanti, dan sebagainya.
b.      Hikayat, ialah karya sastra yang berupa cerita atau dongeng yang dibuat sebagai sarana pelipur lara atau pembangkit semangat juang. Contoh, Hikayat Sri Rama, Hikayat Hang Tuah, Hikayat Amir Hamzah dan sebagainya.
c.       Syair, ialah puisi lama yang tiap-tiap bait terdiri atas empat baris yang berakhir dengan bunyi yang sama. Contoh: Syair Abdul Muluk, Syair Ken Tambuhan, dan Gurindam Dua Belas.
d.      Suluk, ialah kitab-kitab yang berisi ajaran Tasawuf, sifatnya pantheistis, yaitu manusia menyatu dengan Tuhan. Tasawuf juga sering dihubungkan dengan pengertian suluk yang artinya perjalanan. Alasannya, karena para sufi sering mengembara dari satu tempat ke tempat lain. Di Indonesia, suluk oleh para ahli tasawuf dipakai dalam arti karangan prosa maupun puisi. Istilah suluk kadang-kadang dihubungkan dengan tindakan zikir dan tirakat. Suluk yang terkenal, di antaranya: Suluk Sukarsah, Suluk Wijil, Suluk Malang Semirang.


BAB III
PENUTUP

Simpulan

            Kebudayaan Islam  ialah cara berpikir Islam yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan dari segolongan manusia yang membentuk kesatuan sosial dalam suatu ruang dan suatu waktu. Kebudayaan  Islam masuk ke Indonesia melalui berbagai cara, diantaranya: Perdagangan, Perkawinan, Tasawuf, Pendidikan, Dakwah serta Seni budaya. Sedangkan peninggalan kebudayaan Islam di Indonesia ialah seperti kaligrafi, kraton, batu nisan, bentuk masjid, seni pahat, seni pertunjukkan, tradisi, atau upacara dan karya sastra.



BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Ambary, Hasan Muarif, Menemukan Peradaban, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1998.
Pijper,G.F., Sejarah Islam di Indonesia 1900-1950, Jakarta: Universitas Indonesia,1985.
Ambarazmi, Kebudayaan Islam di Indonesia, http://ambarazmi.wordpress.com/2012/11/11/kebudayaan-islam-di-indonesia/ diakses 14 April 2016.
Ronggolawe, Mustain, Budaya Islam di Indonesia, http://mustainronggolawe.wordpress.com/2012/05/03/budaya-islam-di-indonesia/  diakses Rabu, 14 April 2016