1.
PENGERTIAN MASYARAKAT
Beberapa
definisi mengenai masyarakat dari para sarjana, seperti misalnya :
1) R. Linton : Masyarakat adalah
setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga
mereka ini dapat mengorganisasikan dirinya berpikir tentang dirinya dalam satu
kesatuan social dengan batas-batas tertentu.
2) M.J. Herskovits : Masyarakat
adalah kelompok individu yang diorganisasikan dan mengikuti satu cara hidup
tertentu.
3) J.L. Gillin dan J.P Gillin : Masyarakat
adalah kelompok manusia yang terbesar yang mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap,
dan perasaan persatuan yang sama.
4) S.R. Steinmetz : Masyarakat
adalah kelompok manusia terbesar yang meliputi pengelompokan-pengelompokan
manusia yang lebih kecil, yang mempunyai perhubungan yang erat dan teratur.
5) Hasan Shadily : Masyarakat adalah
golongan besar atau kecil dari beberapa manusia, yang dengan pengaruh bertalian
secara golongan dan mempunyai pengaruh kebatinan satu sama lain.
Dalam arti luas, masyarakat
adalah keseluruhan hubungan-hubungan dalam hidup bersama dan tidak dibatasi
oleh lingkungan, bangsa dan
sebagainya. Atau dengan kata lain : kebulatan dari semua perhubungan dalam hidup bermasyarakat. Dalam arti sempit,
masyarakat adalah sekelompok manusia yang dibatasi
oleh aspek-aspek tertentu, misalnya teritorial, bangsa, golongan dan sebagainya.
Maka
dapat diambil kesimpulan, bahwa masyarakat mempunyai syarat-syarat sebagai
berikut:
a) Harus ada pengumpulan manusia yang banyak bukan
pengumpulan binatang.
b) Telah bertempat
tinggal dalam waktu yang lama di suatu daerah tertentu.
c) Adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuk
menuju kepada kepentingan dan tujuan
bersama.
Dipandang dari cara terbentuknya, masyarakat dibagi
dalam :
-Masyarakat paksaan, misalnya : masyarakat tawanan.
-Masyarakat merdeka,
yang terbagi dalam masyarakat
nature dan kultur.
2
tipe
masyarakat dari sudut antropologi :
-Masyarakat yang belum kompleks
ialah mereka yang belum mengenal pembagian kerja, belum mengenal struktur dan
aspeknya masih dapat dipelajari sebagai satu kesatuan
-Masyarakat yang sudah kompleks
ialah masyarakat yang sudah jauh menjalankan speliasisasi dalam segala bidang.
Karena ilmu pengetahuan modern
sudah maju, teknologi maju, sudah mengenal tulisan,
satu masyarakat yang sukar
diselidiki dengan baik dan didekati
sebagian saja.
2. MASYARAKAT PERKOTAAN
Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat-sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda
dengan masyarakat pedesaan.
Perhatian khusus masyarakat kota tidak terbatas
pada aspek-aspek seperti pakaian, makanan dan perumahan, tetapi mempunyai perhatian lebih luas lagi. Orang-orang kota sudah memandang penggunaan kebutuhan hidup, artinya oleh hanya sekadarnya atau apa adanya.
Hal ini disebabkan oleh
karena pandangan warga kota sekitarnya.
Ada beberapa
ciri yang menonjol
pada masyarakat kota, yaitu :
1) Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa. Kegiatan-kegiatan keagamaan hanya setempat di tempat-tempat peribadatan, seperti : di masjid, gereja. Sedangkan di luar itu, kehidupan masyarakat berada dalam lingkungan ekonomi, perdagangan.
cara kehidupan demikian
mempunyai kecenderungan ke arah keduniawian, bila dibandingkan dengan kehidupan
warga masyarakat desa yang cenderung ke arah keagamaan.
2) Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus
bergantung
pada orang-orang lain. Yang terpenting di sini adalah manusia
perorangan atau individu. Di kota-kota kehidupan keluarga
sering sukar untuk disatukan, sebab perbedaan kepentingan, paham politik, perbedaan agama, dan sebagainya.
3) Pembagian kerja di antara
warga-warga kota juga lebih tegas dan
mempunyai batas-batas yang nyata.
Dalam lingkungan
mahasiswa mereka lebih senang bergaul
dengan sesamanya daripada dengan mahasiswa yang tingkatannya lebih tinggi atau rendah.
4) Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan
juga lebih banyak diperoleh warga kota
daripada warga desa. Pekerjaan para warga desa lebih bersifat
seragam, terutama dalam bidang bertani. Oleh karena itu pada masyarakat desa tidak banyak dijumpai pembagian kerja berdasarkan keahlian. Singkatnya, di kota banyak jenis-jenis pekerjaan
yang dapat dikerjakan oleh warga kota.
5) Jalan pikiran
rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan, menyebabkan bahwa interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi.
6) Jalan kehidupan
yang cepat di kota-kota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu bagi warga kota, sehingga
pembagian waktu yang teliti sangat penting, untuk dapat mengejar
kebutuhan-kebutuhan seorang individu.
7) Perubahan-perubahan sosial
tampak dengan nyata di kota-kota, sebab dikota biasanya
terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar. Hal ini sering menimbulkan pertentangan antara golongan tua dengan
golongan muda. Oleh karena itu golongan
muda yang belum sepenuhnya
terwujud kepribadiannya, lebih sering mengikuti pola-pola baru dalam kehidupannya.
3. HUBUNGAN DESA DAN KOTA
Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komunitas
yang terpisah sama sekali satu sama lain. Bahkan dalam keadaan
yang wajar di antara
keduanya terdapat hubungan
yang erat, bersifat
ketergantungan, Karena di antara
mereka saling membutuhkan. Kota tergantung pada desa dalam
memenuhi kebutuhan warganya
akan bahan-bahan pangan seperti beras, sayur, daging dan ikan. Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi jenis-jenis pekerjaan tertentu di kota, misalnya saja buruh bangunan dalam proyek-proyek perumahan, proyek pembangunan atau perbaikan jalan
raya atau jembatan dan tukang becak.
Mereka ini biasanya
adalah pekerja-pekerja musiman. Pada saat musim tanam mereka,
sibuk bekerja di sawah. Bila
pekerjaan di bidang pertanian mulai menyurut, sementara
menunggu masa panen mereka merantau
ke kota terdekat untuk melakukan
pekerjaan apa saja yang tersedia.
Sebaliknya, kota
menghasilkan barang-barang yang juga
diperlukan oleh orang desa seperti
bahan-bahan pakaian, alat dan obat-obatan pembasmi hama pertanian, minyak tanah,
obat-obatan untuk kesehatan dan alat transportasi. Kota juga menyediakan tenaga-tenaga yang melayani
bidang-bidang jasa yang dibutuhkan oleh orang desa
tetapi tidak dapat dilakukannya sendiri, misalnya
saja tenaga-tenaga di bidang medis atau kesehatan, elektronika dan alat
transportasi sert tenaga yang mampu memberikan bimbingan dalam upaya peningkatan hasil budi daya pertanian, peternakan ataupun perikanan darat.
4. ASPEK POSITIF DAN NEGATIF
Perkembangan kota merupakan manifestasi dari pola kehidupan
sosial, ekonomi, kebudayaan
dan politik. Semua ini akan dicerminkan dalam komponen-komponen
yang membentuk struktur
kota tersebut. Jumlah dan kualitas komponen suatu
kota sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pertumbuhan kota tersebut. Secara umum dapat dikenal bahwa suatu
lingkungan perkotaan, seyogyanya mengandung 5 unsur yang meliputi
:
-
Wisma : Unsur ini merupakan bagian ruang kota yang dipergunakan untuk tempat
berlindung terhadap alam sekelilingnya, serta untuk melangsungkan
kegiatan-kegiatan sosial dalam keluarga.
-
Karya : Unsur ini merupakan
syarat yang utama bagi eksistensi suatu kota, karena unsur ini merupakan
jaminan bagi kehidupan bermasyarakat. Penyediaan lapangan
kerja bagi suatu kota dapat dilakukan dengan cara
menyediakan
ruang; misalnya bagi kegiatan perindustrian, perdagangan, pelabuhan, terminal
serta kegiatan-kegiatan kerja lainnya.
-
Marga : Unsur ini merupakan ruang perkotaan yang berfungsi untuk menyelenggarakan hubungan antara suatu tempat dengan tempat lainnya di dalam kota (hubungan internal), serta hubungan antara kota itu
dengan kota-kota atau daerah lainnya
(hubungan eksternal).
-
Suka
: Unsur ini merupakan bagian
dari ruang perkantoran untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan fasilitas-fasilitas
hiburan, rekreasi, pertamanan, kebudayaan dan kesenian.
- Penyempumaan : Unsur ini merupakan bagian yang
terpenting bagi suatu kota, tapi belum secara tepat tercakup ke dalam ke empat
unsur diatas, termasuk fasilitas keagamaan, perkuburan kota, fasilitas
pendidikan dan kesehatan, jaringan utilitas umum.
Kelima unsur pokok ini merupakan pola pokok dari
komponen-komponen perkotaan yang kuantitas dan kualitasnya kemudian dirinci
didalam perencanaan suatu kota tertentu sesuai dengan tuntutan kebutuhan yang
spesifik untuk kota tersebut pada saat sekarang dan masa yang akan datang.
Kota secara internal pada hakikatnya merupakan suatu
organisme, yakni kesatuan integral dari tiga komponen, meliputi “Penduduk,
kegiatan usaha dan wadah” ruang fisiknya. Ketiganya saling terkait, oleh
karenanya pengembangan yang tidak seimbang antara ketiganya akan menimbulkan kondisi kota yang tidak positif,
antara lain semakin menurunnya kualitas hidup masyarakat kota. Dengan kata lain, suatu perkembangan mengarah pada penyesuaian lingkungan fisik ruang kota dengan perkembangan sosial dan
kegiatan usaha masyarakat kota.
Di pihak lain,
kota mempunyai juga peran/fungsi esternal, yakni seberapa
jauh fungsi dan peran kota tersebut dalam kerangka wilayah
dan daerah daerah yang dilingkupi dan melingkupinya, baik
dalam skala regional maupun nasional. Dengan pengertian ini diharapkan bahwa
suatu pengembangan kota tidak mengarah pada satu organ tersendiri yang terpisah dengan daerah
sekitarnya, karena keduanya saling berkaitan.
5. MASYARAKAT PEDESAAN
A. Pengertian Desa/Pedesaan
Menurut Sutardjo
Kartohadikusuma
mengemukakan bahwa desa adalah suatu kesatuan hukum di
mana bertempat tinggal
suatu masyarakat dengan mengadakan
pemerintahan
sendiri.
Menurut Bintarto desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi, sosial, ekonomi, politik dan kultural yang terdapat di suatu daerah dalam hubungannya dan pengaruhnya secara timbal-balik dengan daerah lain.
Dengan ciri-cirinya sebagai berikut
:
a) Mempunyai pergaulan hidup yang saling
kenal mengenal antara
ribuan jiwa.
b) Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan
terhadap kebiasaan.
c) Cara ekonomi
adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam seperti : iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris
adalah bersifat sambilan.
Masyarakat pedesaan ditandai dengan
pemilikan ikatan perasaan
batin yang kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga/anggota masyarakat yang amat kuat yang hakikatnya, bahwa seseorang merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat dimana ia hidup dicintainya
serta mempunyai perasaan
bersedia untuk berkorban setiap waktu demi masyarakatnya atau anggota-anggota masyarakat, karena beranggapan sama-sama sebagai
anggota masyarakat yang saling mencintai
saling menghormati,
mempunyai hak tanggung jawab yang sama terhadap
keselamatan dan kebahagian bersama di dalam masyarakat.
Bentuk-bentuk Kerjasama dalam masyarakat sering
diistilahkan dengan
gotong royong dan tolong-menolong.
Pekerjaan gotong-royong pada waktu sekarang
lebih popular dengan istilah Kerja bakti misalnya memperbaiki jalan, saluran air, menjaga keamanan
desa (ronda malam) dan sebagainya.
Sedang mengenai macamnya pekerjaan gotong-royong (kerja bakti)
itu ada 2 macam, yaitu :
a) Kerja bersama untuk pekerjaan-pekerjaan yang timbulnya dari inisiatif
warga masyarakat itu sendiri (biasanya
diistilahkan dari bawah).
b) Kerjasama untuk pekerjaan-pekerjaan yang inisiatifnya tidak timbul dari masyarakat itu sendiri berasal dari luar (biasanya berasal dari atas).
Kerjasama jenis pertama biasanya, sungguh-sungguh dirasakan kegunaannya bagi mereka, sedang jenis kedua biasanya sering kurang dipahami kegunaannya.
B. Hakikat Dan Sifat Masyarakat Pedesaan
Seperti dikemukakan oleh para ahli atau sumber bahwa
masyarakat Indonesia lebih dari 80% tinggal di pedesaan dengan
mata pencarian yang bersifat agraris. Masyarakat pedesaan yang agraris biasanya dipandang
antara sepintas kilas dinilai oleh orang-orang kota sebagai
masyarakat tentang damai, harmonis yaitu masyarakat yang adem ayem, sehingga oleh orang kota dianggap sebagai
tempat untuk melepaskan lelah dari segala
kesibukan, keramaian dan keruwetan
atau kekusutan pikir.
Maka tidak jarang orang kota melepaskan segala kelelahan dan kekusutan
pikir tersebut pergilah
mereka ke luar kota. Karena merupakan tempat
yang adem ayem, penuh ketenangan. Tetapi sebetulnya ketenangan masyarakat pedesaan itu hanyalah terbawa
oleh sifat masyarakat itu yang oleh Ferdinand
Tonics diistilahkan dengan
masyarakat gemeinschaft (paguyuban). Jadi Paguyuban masyarakat itulah yang menyebabkan orang-orang kota menilai sebagai masyarakat itu tenang
harmonis, rukun dan damai dengan
julukan masyarakat yang adem ayem.
Dalam hal ini kita jumpai gejala-gejala sosial yang sering
diistilahkan dengan :
a) Konflik ( Pertengkaran)
Ramalan orang kota bahwa masyarakat
pedesaan adalah masyarakat
yang tenang dan harmonis itu memang tidak sesuai dengan
kenyataan sebab yang benar dalam masyarakat pedesaan
adalah penuh masalah dan
banyak ketegangan. Karena
setiap hari mereka
yang selalu berdekatan dengan orang-orang tetangganya secara
terus-menerus dan hal ini
menyebabkan kesempatan untuk
bertengkar amat banyak sehingga
kemungkinan
terjadi peristiwa-peristiwa peledakan
dari ketegangan amat banyak dan sering terjadi.
b) Kontraversi (pertentangan)
Pertentangan ini bisa disebabkan oleh perubahan konsep-konsep
kebudayaan (adat-istiadat), psikologi
atau dalam hubungannya dengan guna-guna (black
magic). Para ahli hukum adat biasanya meninjau masalah kontraversi (pertentangan) ini dari sudut kebiasaan
masyarakat.
c) Kompetisi (Persiapan)
Sesuai dengan
kodratnya masyarakat pedesaan
adalah manusiamanusia yang mempunyai sifat-sifat sebagai manusia biasanya
yang antara lain mempunyai
saingan dengan manifestasi sebagai sifat ini. Oleh karena itu maka wujud persaingan itu bisa positif
dan bisa negatif.
Positif bila persaingan wujudnya
saling meningkatkan usaha
untuk meningkatkan prestasi dan produksi atau output (hasil).
Sebaliknya yang negatif
bila persaingan ini hanya berhenti pada sifat iri, yang tidak
mau berusaha sehingga kadang-kadang hanya melancarkan fitnah-fitnah saja, yang hal ini kurang ada manfaatnya sebaliknya menambah ketegangan dalam masyarakat.
d) Kegiatan pada Masyarakat Pedesaan
Masyarakat pedesaan
mempunyai penilaian yang tinggi terhadap mereka yang dapat bekerja
keras tanpa bantuan
orang lain. Jadi jelas
masyarakat
pedesaan bukanlah masyarakat yang senang diam-diam tanpa aktivitas, tanpa adanya suatu kegiatan tetapi
kenyataannya adalah sebaliknya. Jadi apabila orang berpendapat bahwa orang desa didorong
untuk bekerja lebih keras, maka hal ini tidaklah mendapat
sambutan yang sangat dari para ahli.
C. Sistem Nilai Budaya Petani
Indonesia
Sistem nilai budaya petani
Indonesia antara lain sebagai berikut
:
a)
Para petani di Indonesia terutama di Jawa pada dasarnya
menganggap
bahwa hidupnya itu sebagai
sesuatu hal yang buruk, penuh
dosa, kesengsaraan.
Tetapi itu tidak berarti bahwa ia harus menghindari hidup yang nyata dan menghindari diri dengan bersembunyi di dalam kebatinan atau dengan bertapa,
bahkan sebaliknya wajib menyadari
keburukan hidup itu dengan jelas berlaku prihatin
dan kemudian sebaikbaiknya dengan penuh usaha atau ikhtiar.
b) Mereka beranggapan bahwa orang bekerja itu untuk hidup, dan kadang-
kadang untuk mencapai kedudukannya.
c) Mereka berorientasi pada masa ini (sekarang), kurang
memperdulikan
masa depan, mereka kurang mampu untuk itu. Bahkan kadang-kadang ia rindu masa lampau,
mengenang kekayaan masa lampau (menanti datangnya kembali
sang rain adil yang membawa
kekayaan bagi mereka).
d) Mereka menganggap alam tidak menakutkan bila ada bencana
alam atau
bencana lain itu hanya
merupakan sesuatu yang barns wajib diterima
kurang adanya agar peristiwa-peristiwa macam itu tidak berulang kembali. Mereka cukup saja dengan menyesuaikan diri dengan alam, kurang adanya usaha untuk menguasainya.
e) Dan untuk
menghadapi alam mereka
cukup dengan hidup bergotong-
Kurang lebih 65% penduduk
Indonesia pada umumnya
berfungsi sebagai
agraris. Keadaan
ini dimungkinkan Karena kesuburan
tanah dan iklim yang
mendukung
berkembangnya tanaman pertanian.
D. Unsur-Unsur Desa
Daerah, dalam arti tanah-tanah yang produktif dan yang tidak,
beserta penggunaannya, termasuk
juga unsur lokasi,
luas dan batas yang merupakan lingkungan geografis
setempat.
Penduduk, adalah hal yang meliputi jumlah
pertambahan, kepadatan, persebaran dan mata pencaharian penduduk desa setempat.
Tata kehidupan, dalam hal ini pola pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga desa. Jadi menyangkut seluk-beluk kehidupan masyarakat
desa.
Unsur lain yang termasuk
unsur desa yaitu, unsur letak. Letak desa pada umumnya selalu jauh dari kota atau dari pusat-pusat keramaian.
Peninjauan kedesa-desa atau perjalanan kedesa sama artinya dengan menjauhi kehidupan di kota dan lebih mendekati daerah-daerah yang monoton dan sunyi. Desa-desa yang pada perbatasan kota mempunyai kemampuan berkembang yang lebih banyak dari pada desa-desa
di pedalaman.
Kadang-kadang di beberapa
desa terdapat tenaga-tenaga yang berlebihan
di bidang pertanian, sehingga timbul
apa yang disebut
dengan istilah pengangguran tak kentara atau "disguished unemploment" Dalam hal ini perlu diperhatikan penyaluran-penyaluran yang sebaik-baiknya, misalnya dengan lebih meningkatkan dan menyebarkan " rural industries" atau migrasi
yang efisien.
Faktor lingkungan geografis memberi pengaruh juga terhadap
kegotong-royongan ini. misalnya
saja:
a. Faktor topografi setempat yang memberikan suatu ajang hidup dan
suatu bentuk adaptasi kepada
penduduk.
b. Faktor iklim yang
dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif
terhadap penduduk terutama petani-petaninya.
c. Faktor bencana
alam seperti letusan
gunung, gempa bumi, banjir
dan sebagainya yang harus dihadapi dan dialami bersama.
E. Fungsi Desa
Pertama, dalam hubungannya dengan
kota, maka desa yang merupakan
“Hinterland”
atau daerah dukung
berfungsi sebagai suatu daerah pemberian bahan makanan pokok seperti
padi, jagung, ketela, di samping bahan makanan lain seperti
kacang, kedelai, buah-buahan, dan bahan makanan
lain yang berasal dari hewan.
Kedua, desa ditinjau dari sudut potensi
ekonomi berfungsi sebagai lumbung bahan mentah (raw material) dan tenaga kerja (man power) yang
tidak kecil.
ketiga, dari segi kegiatan kerja (occupation) desa dapat merupakan desa agraris, desa manufaktur, desa industri, desa nelayan, dan sebagainya.
Salah satu peranan pokok desa
terletak di bidang ekonomi. Daerah
pedesaan merupakan tempat
produksi pangan dan produksi komoditi ekspor. Peranan yang vital menyangkut produksi pangan yang akan menentukan tingkat
kerawanan dalam jangka
pembinaan ketahanan nasional. Oleh Karena itu, peranan
masyarakat pedesaan dalam mencapai sasaran swasembda pangan adalah pealing
sekali, bahkan bersifat vital. ciri-ciri masyarakat pedesaan di
Indonesia pada umumnya
dapat disimpulkan sebagai
berikut :
(1) Homogenitas Sosial
Bahwa masyarakat desa pada umumnya terdiri
dari satu atau beberapa
kekerabatan
saja. Oleh Karena itu hidup di desa biasanya terasa
tenteram aman dan tenang. Hal ini disebabkan oleh pola pikir, pola penyikap
dan pola pandangan yang sama dari setiap warganya dalam menghadapi suatu masalah. Kebersamaan, kesederhanaan keserasian dan kemanunggalan
selalu menjiwai setiap
warga masyarakat desa tersebut.
(2) Hubungan Primer
Pada masyarakat desa hubungan kekeluargaan dilakukan secara musyawarah. Mulai masalah-masalah umum/masalah bersama sampai masalah pribadi. Anggota
masyarakat satu dengan yang lain saling
mengenal secara intim. Pada masyarakat desa masalah
kebersamaan dan gotong royong sangat diutamakan, walaupun
secara materi mungkin
sangat kurang atau tidak
mengijinkan.
(3) Kontrol Sosial yang Ketat
Di atas dikemukakan bahwa hubungan pada masyarakat pedesaan
sangat intim dan diutamakan, sehingga
setiap anggota masyarakatnya saling mengetahui masalah yang dihadapi anggota
yang lain. Bahkan
ikut mengurus terlalu jauh masalah
dan kepentingan dari anggota masyarakat yang lain. Kekurangan dari salah satu anggota masyarakat, adalah merupakan kewajiban anggota
yang lain untuk menyoroti dan membenahinya.
(4) Gotong Royong
Nilai-nilai gotong royong pada masyarakat pedesaan
tumbuh dengan subur dan membudaya. Semua masalah kehidupan dilaksankaan secara gotong
royong, baik dalam arti gotong
royong murni maupun gotong royong
timbal balik. Gotong royong murni dan sukarela
misalnya : melayat, mendirikan rumah dan sebagainya. Sedangkan gotong royong timbal balik
misalnya : mengerjakan sawah, nyumbang dalam hajat tertentu
dan sebagainya.
(5) Ikatan Sosial
Setiap anggota
masyarakat desa diikat
dengan nilai-nilai adat dan
kebudayaan
secara ketat. Bagi anggota
yang tidak memenuhi
norma dan kaidah yang sudah disepakati, akan dihukum dan dikeluarkan
dari ikatan sosial dengan cara mengucilkan/memencilkan. Oleh karena itu setiap
anggota harus patuh dan
taat melaksanakan aturan yang
ditentukan. Lebih-lebih bagi anggota yang baru datang,
ia akan diakui
menjadi anggota masyarakat tersebut (ikatan
sosial tersebut).
(6) Magis Religius
Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa bagi masyarakat
desa sangat mendalam. Bahkan setiap kegiatan kehidupan
sehari-hari dijiwai bahkan diarahkan kepadanya. Sering
kita jumpai orang Jawa mengadakan selamatan-selamatan untuk meminta
rezeki, minta perlindungan, minta diampuni dan sebagainya.
(7) Pola Kehidupan
Masyarakat desa bermata pencaharian di bidang agraris,
baik pertanian,
perkebunan,
perikanan dan peternakan. Pada umumnya setiap anggota hanya mampu melaksanakan salah satu bidang
kehidupan saja. Misalnya
para petani, bahwa pertanian merupakan satu-satunya pekerjaan yang harus ia tekuni dengan
balk. Bilamana bidang pertanian tersebut kegiatannya kosong,
maka ia hanya menunggu sampai ada lagi kekgiatan
di bidang pertanian. Di samping
itu dalam mengolah
pertanian semata-mata tetap/tidak ada perubahan atau kemajuan. Hal ini disebabkan pengetahuan dan keterampilan para petani
yang masih kurang
memadai. Olah karena
itu masyarakat desa sering dikatakan
masyarakat yang monoton.
6. URBANISME
Urbanisasi adalah suatu proses berpindahnya penduduk
dari desa ke kota
atau dapat pula dikatakan bahwa urbanisasi merupakan proses terjadinya masyarakat perkotaan.
Proses urbanisasi boleh dikatakan
terjadi diseluruh dunia,
baik pada negara-negara yang sudah maju industrinya maupun yang secara relatif belum memiliki industri. Bahwa urbanisasi mempunyai akibat-akibat yang negatif terutama dirasakan oleh negara yang agraris seperti
Indonesia ini. Hal ini
terutama disebabkan karena pada umumnya
produksi pertanian sangat rendah
apabila dibandingkan dengan
jumlah manusia yang dipergunakan dalam produksi tersebut
dan boleh dikatakan
bahwa faktor kebanyakan penduduk dalam suatu daerah "Over-population" merupakan gejala yang umum di negara
agraris yang secara ekonomis masih terbelakang.
Proses urbansiasi dapat terjadi
dengan lambat maupun cepat, hal mana
tergantung
daripada keadaan masyarakat
yang bersangkutan. Proses tersebut terjadi dengan menyangkut dua aspek, yaitu :
1. Perubahannya masyarakat desa menjadi masyarakat kota
2. Bertambahnya penduduk
kota yang disebabkan oleh mengalirnya penduduk yang berasaldaridesa-desa (Pada umumnya
disebabkan karena penduduk desa merasa tertarik
oleh keadaan di kota).
Sehubungan dengan proses tersebut
di atas, maka ada beberapa
sebab yang mengakibatkan suatu daerah tempat tinggal mempunyai
penduduk yang baik. Artinya adalah, sebab suatu daerah mempunyai daya tarik sedemikian rupa, sehingga orang-orang pendatang semakin banyak. Secara umum dapat dikatakan bahwa sebab-sebabnya adalah sebagai berikut
:
1) Daerah yang termasuk menjadi
pusat pemerintahan atau menjadi ibukota (seperti contohnya Jakarta).
2) Tempat tersebut letaknya sangat
strategis sekali untuk usaha-usaha
perdagangan/perniagaan. seperti misalnya
sebuah kota pelabuhan atau sebuah kota yang letaknya dekat pada sumber-sumber bahan-bahan mentah.
3) Timbulnya industri di daerah itu, yang memproduksikan barang-barang maupun jasa-jasa.
Suatu masyarakat desa menjadi
suatu persekutuan hidup dan kesatuan sosial didasarkan atas dua macam prinsip :
a. Prinsip hubungan
kekerabatan (geneologis)
b. Prinsip hubungan
tinggal dekat/teritorial
Prinsip ini tidak lengkap
apabila yang mengikat
adanya aktivitas tidak diikutsertakan, yaitu:
a. Tujuan
khusus yang ditentukan oleh faktor ekologis,
b. Prinsip
yang datang dari "Atas" oleh aturan dan undang-undang.
7. PERBEDAAN MASYARAKAT PEDESAAN DENGAN PERKOTAAN
Masyarakat dipedesaan kehidupannya berbeda
dengan diperkotaan. Perbedaan-perbedaan ini berasal dari adanya perbedaan
yang mendasar dari keadaan
lingkungan, yang mengakibatkan adanya dampak
terhadap personalitas dan segi-segi kehidupan.
Dalam memahami masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, tentu
tidak akan mendefinisikannya secara universal dan objektif, tetapi berpatokan
pada ciri-ciri masyarakat. Ciri-ciri itu ialah adanya sejumlah
orang, tinggal dalam suatu daerah tertentu, adanya sistem hubungan, ikatan alas dasar kepentingan bersama, tujuan dan bekerja bersama,
ikatan atas dasar
unsur-unsur sebelumnya, rasa solidaritas, sadar akan adanya interdependensi, adanya norma-norma dan kebudayaan. Kesemua
ciri-ciri masyarakat ini dicoba
ditranformasikan pada ealitas desa dan kota, dengan menitikberatkan pada kehidupannya.
Ciri
masyarakat desa juga mungkin belum tentu benar, sebab
desa sedang mengalami
perkembangan struktural yang tersusun dan terarah
ke peningkatan integrasi masyarakat yang lebih luas sebagai
akibat intensifnya hubungan kota dengan desa dan derasnya program
pembangunan, sehingga dapat menimbulkan perubahan-perubahan.
1. Lingkungan Umum Dan Orientasi
Terhadap Alam
Masyarakat pedesaan berhubungan kuat dengan alam, disebabkan oleh
lokasi geografinya di daerah desa. Mereka sulit "Mengontrol" kenyataan alam
yang dihadapinya, padahal
bagi petani realitas
alam ini sangat vital dalam menunjang kehidupannya.
2. Pekerjaan Atau Mata Pencaharian
Pada umumnya
atau kebanyakan mata pencaharian
daerah pedesaan adalah bertani.
Tetapi mata pencaharian berdagang (bidang ekonomi)
pekerjaan sekunder dari pekerjaan yang nonpertanian. Sebab beberapa
daerah pertanian tidak lepas
dari kegiatan usaha (business) atau industri, demikian pula kegiatan mata pencaharian keluarga untuk
tujuan hidupnya lebih luas lagi. Di masyarakat kota mata pencaharian cenderung menjadi terspesialisasi, dan spesialisasi itu sendiri
dapat dikembangkan, mungkin
menjadi manajer suatu perusahaan, ketua atau pimpinan
dalam suatu birokrasi. Sebaliknya seorang petani harus kompeten
dalam bermacam-macam keahlian
seperti keahlian memelihara tanah,
bercocok tanam, penyakit, pemasaran, dan sebagainya. Jadi, petani keahliannya lebih luas bila dibandingkan dengan masyarakat
kota.
3. Ukuran Komunitas
Komunitas pedesaan
biasanya lebih kecil dari komunitas perkotaan. Dalam mata pencaharian di bidang pertanian, imbangan
tanah dengan manusia cukup tinggi bila dibandingkan dengan industri dan akibatnya daerah pedesaan mempunyai penduduk yang rendah
per kilometer perseginya.
4. Kepadatan Penduduk
Penduduk desa kepadatannya lebih
rendah bila dibandingkan dengan kepadatan penduduk kota. Kepadatan penduduk suatu komunitas kenaikannya berhubungan dengan klasifikasi dari kota itu sendiri.
Contohnya dalam perubahan-perubaban permukiman, dari penghuni
satu keluarga menjadi
pembangunan multi keluarga
dengan flat dan apartemen
seperti yang terjadi di kota.
5. Homogenitas Dan Heterogenitas
Homogenitas atau persamaan dalam ciri-ciri sosial dan psikologis, bahasa, kepercayaan, adat-istiadat, dan perilaku sering nampak pada masyarakat
pedesaan bila
dibandingkan dengan masyarakat perkotaan. Sebagai contoh, dalam perilaku, dan juga bahasa,
penduduk di kota lebih heterogen. Hal ini karena daya tarik dari mata pencaharian, pendidikan, komunikasi, dan transportasi, menyebabkan kota menarik orang-orang dari berbagai kelompok
etnis untuk berkumpul di kota.
6. Diferensiasi Sosial
Keadaan heterogen dari penduduk
kota berindikasi pentingnya derajat yang tinggi didalam diferensiasi sosial. Fasilitas kota, hal-hal yang berguna,
pendidikan,
rekreasi, agama, bisnis, dan fasilitas perumahan (tempat
tinggal), menyebabkan terorganisasi-nya berbagai keperluan, adanya pembagian
pekerjaan,
dan adanya saling membutuhkan serta saling tergantung. Kenyataan ini bertentangan dengan bagian-bagian kehidupan di masyarakat pedesaan.
Tingkat homogenitas alami ini cukup tinggi,
dan relatif berdiri sendiri dengan derajat yang rendah daripada diferensiasi sosial.
7. Pelapisan Sosial
Klas sosial di dalam masyarakat sering nampak dalam perwujudannya
seperti "Piramida sosial", yaitu klas-klas yang tinggi berada pada posisi atas piramida, klas menengah ada di antara
kedua tingkat klas eksterm dari masyarakat.
Ada beberapa perbedaan "Pelapisan sosial tak resmi" ini antara masyarakat desa dan masyarakat kota:
a. Pada masyarakat kota aspek kehidupan
pekerjaan, ekonomi, atau sosial
politik lebih banyak sistem pelapisannya dibandingkan dengan di desa.
b. Pada masyarakat desa kesenjangan antara
klas eksterm dalam piramida sosial tidak besar, sedangkan pada masyarakat kota jarak
antara klas eksterm yang kaya dan miskin
cukup besar. Didaerah pedesaan tingkatannya hanya kaya dan miskin
saja.
c. Pada umumnya masyarakat pedesaan cenderung berada pada klas menengah menurut ukuran desa, sebab orang
kaya dan orang miskin sering bergeser ke kota. Kepindahan orang miskin
ini disebabkan tidak mempunyai tanah, mencari pekerjaan
ke kota, atau ikut transmigrasi.
d. Ketentuan kasta dan
contoh-contoh perilaku yang dibutuhkan sistem kasta tidak banyak terdapat, tetapi di Indonesia,
khususnya di Bali, ada ketentuan klas ini.
8. Mobilitas Sosial
Mobilitas sosial
berkaitan dengan perpindahan atau pergerakan suatu kelompok sosial ke kelompok
sosial lainnya; mobilitas kerja dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lainnya;
mobiltias teritorial dari daerah desa ke kota, dari kota ke desa, atau di daerah desa dan kota sendiri.
Terjadinya peristiwa mobilitas social disebabkan oleh penduduk
kota yang heterogen, terkonsentrasinya kelembagaan-kelembagaan, saling tergantungnya organisasi-organisasi, dan tingginya
diferensiasi sosial. Maka mobilitas sering terjadi di kota
dibandingkan dengan di daerah pedesaan. Mobilitas teritorial (wilayah) di kota lebih sering
ditemukan daripada
di daeraha pedesaan, dan segi-segi penting dari mobilitas tersebut adalah :
a. Banyak penduduk yang pindah kamar atau rumah ke kamar atau rumah lain, Karena sistem kontrak
yang terdapat di kota; dan di desa tidak
demikian.
b. Waktu yang tersedia
bagi penduduk kota untuk berpergian per satuan penduduk lebih banyak dibandingkan dengan
orang-orang desa.
c. Berpergian setiap hari di dalam atau di luar dan pusat penduduk, di daerah kota lebih besar dibandingkan dengan penduduk di desa.
d. Waktu luang di kota lebih sedikit dibandingkan dengan di daerah pedesaan, sebab mobilitas penduduk
kota lebih tinggi.
9. Interaksi Sosial
Tipe interaksi sosial di desa dan di kota perbedaannya sangat
kontras, baik aspek kualitasnya waupun
kuantitasnya. Perbedaan yang penting dalam interaksi sosial di daerah
pedesaan dan perkotaan, di antaranya :
a, Masyarakat pedesaan lebih sedikit
jumlahnya dan tingkat
mobilitas sosialnya rendah, maka kontak pribadi
per individu lebih sedikit. Demikian
puia kontak melalui radio, televisi, majalah, poster, koran, dan media
lain.
b. Dalam kontak sosial berbeda secara kuantitatif walaupun secara kualitatif. Penduduk kota lebih sering
kontak, tetapi cenderung
formal sepintas lain, dan tidak bersifat
pribadi (impersonal), tetapi melalui tugas atau
kepentingan
yang lain. Di desa kontak sosial terjadi lebih banyak dengan tatap muka, ramah-tamah (informal), dan pribadi.
10. Pengawasan Sosial
Tekanan sosial masyarakat
di pedesaan lebih kuat karena kontaknya
yang bersifat pribadi dan ramah-tamah (informal), dan keadaan
masyarakatnya yang homogen. Penyesuaian terhadap
norma-norma sosial lebih tinggi dengan
tekanan sosial yang informal, dan nantinya dapat berarti sebagai pengawasan
sosial. Di kota pengawasan sosial lebih bersifat
formal, pribadi, kurang terkena aturan yang ditegakkan, dan peraturan lebih menyangkut masalah pelanggaran.
1 1. Pola Kepemimpinan
Menentukan kepemimpinan di daerah pedesaan
cenderung banyak ditentukan
oleh kulitas pribadi dari individu dibandingkan dengan kota. Keadaan ini disebabkan oleh lebih luasnya
kontak tatap muka, dan individu
lebih banyak saling
mengetahui daripada di daerah kota. Misalnya karena
kesalehan, kejujuran, jiwa pengorbanannya,
dan pengalamannya. Kalau kriteria
ini melekat terus pada generasi
selanjutnya, maka kriteria
keturunan pun akan menentukan kepemimpinan di pedesaan.
12. Standar Kehidupan
Berbagai alat yang menyenangkan di rumah, keperluan
masyarakat, pendidikan, rekreasi,
fasilitas agama, dan fasilitas lain akan membahagiakan kehidupan bila disediakan dan cukup nyata dirasakan oleh penduduk yang jumlahnya padat. Di kota, dengan
konsentrasi dan jumlah
penduduk yang padat, tersedia
dan ada kesanggupan dalam menyediakan kebutuhan
tersebut, sedangkan didesa terkadang tidak demikian. Orientasi hidup dan
pola berpikir masyarakat desa yang sederhana dan scandal hidup demikian kurang mendapat
perhatian.
13. Kesetiakawanan Sosial
Kesetiakawanan social atau kepaduan dan kesatuan,
pada masyarakat pedesaan
dan masyarakat perkotaan banyak ditentukan oleh masing-masing faktor yang berbeda. Pada masyarakat
pedesaan kepanduan dan kesatuan merupakan
akibat dari sifat-sifat yang sama, persamaan dalam pengalaman, tujuan yang sama, di mana bagian dari masyarakat pedesaan hubungan pribadinya bersifat informal dan tidak bersifat
kontrak sosial (perjanjian). Pada masyarakat pedesaan
ada kegiatan tolong-menolong
(gotongroyong)dan musyawarah, yang pada saat sekarang masih dirasakan meskipun banyak pengaruh dari gagasan ideologis dan ekonomis (padat
karya) ke pedesaan. Kesatuan dan kepaduan di daerah perkotaan berbeda.
14. Nilai Dan Sistem Nilai
Nilai dan sistem nilai
di desa dengan di kota berbeda, dan dapat diamati dalam kebiasaan, cara, dan norma yang berlaku. Pada masyarakat
pedesaan, misalnya mengenai nilai-nilai keluarga, dalam masalah
pola bergaul dan mencari jodoh kepala keluarga
masih berperan. Nilai-nilai agama masih
dipegang kuat dalam bentuk pendidikan agama (madrasah). Aktivitasnya
nampak hidup (fenomenanya). Bentuk-bentuk ritual agama yang berhubungan
dengan kehidupan atau proses mencapai
dewasanya manusia, selalui
diikuti dengan upacara-upacara. Nilai-nilai pendidikan belum merupakan orientasi bernilai penuh bagi penduduk desa, cukup dengan
bisa baca-tulis dan pendidikan agama. Dalam hal nilai-nilai ekonomi, terlihat pada pola usaha taninya yang masih bersifat
subsistem tradisional, kurang
berorientasi pada ekonomi. Masih banyak nilai lainnya
yang berbeda dengan masyarakat kota. Dalam hal ini masyarakat kota bertentangan atau tidak sepenuhnya sama dengan sistem nilai di desa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar