Senin, 09 November 2015

MASYARAKAT PEDESAAN DAN MASYARAKAT PERKOTAAN


1.      PENGERTIAN MASYARAKAT
Beberapa definisi mengenai masyarakat dari para sarjana, seperti misalnya :
1)      R. Linton : Masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka ini dapat mengorganisasikan dirinya berpikir tentang dirinya dalam satu kesatuan social dengan batas-batas tertentu.
2)      M.J. Herskovits : Masyarakat adalah kelompok individu yang diorganisasikan dan mengikuti satu cara hidup tertentu.
3)      J.L. Gillin dan J.P Gillin : Masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar yang mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang sama.
4)      S.R. Steinmetz : Masyarakat adalah kelompok manusia terbesar yang meliputi pengelompokan-pengelompokan manusia yang lebih kecil, yang mempunyai perhubungan yang erat dan teratur.
5)      Hasan Shadily : Masyarakat adalah golongan besar atau kecil dari beberapa manusia, yang dengan pengaruh bertalian secara golongan dan mempunyai pengaruh kebatinan satu sama lain.
Dalam arti luas, masyarakat adalah keseluruhan hubungan-hubungan dalam hidup bersama dan tidak dibatasi oleh lingkungan, bangsa dan sebagainya. Atau dengan kata lain : kebulatan dari semua perhubungan dalam hidup bermasyarakat. Dalam arti sempit, masyarakat adalah sekelompok manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu, misalnya teritorial, bangsa, golongan dan sebagainya.
Maka dapat diambil kesimpulan, bahwa masyarakat mempunyai syarat-syarat sebagai berikut:
a) Harus ada pengumpulan manusia yang banyak bukan pengumpulan binatang.
b) Telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama di suatu daerah tertentu.
c) Adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuk menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama.
Dipandang dari cara terbentuknya, masyarakat dibagi dalam :
-Masyarakat paksaan, misalnya : masyarakat tawanan.
-Masyarakat merdeka, yang terbagi dalam masyarakat nature dan kultur.
2        tipe masyarakat dari sudut antropologi :
-Masyarakat yang belum kompleks ialah mereka yang belum mengenal pembagian kerja, belum mengenal struktur dan aspeknya masih dapat dipelajari sebagai satu kesatuan
-Masyarakat yang sudah kompleks ialah masyarakat yang sudah jauh menjalankan speliasisasi dalam segala bidang. Karena ilmu pengetahuan modern sudah maju, teknologi maju, sudah mengenal tulisan, satu masyarakat yang sukar diselidiki dengan baik dan didekati sebagian saja.

2.      MASYARAKAT PERKOTAAN
Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat-sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan.
Perhatian khusus masyarakat kota tidak terbatas pada aspek-aspek seperti pakaian, makanan dan perumahan, tetapi mempunyai perhatian lebih luas lagi. Orang-orang kota sudah memandang penggunaan kebutuhan hidup, artinya oleh hanya sekadarnya atau apa adanya. Hal ini disebabkan oleh karena pandangan warga kota sekitarnya.
Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota, yaitu :
1) Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa. Kegiatan-kegiatan keagamaan hanya setempat di tempat-tempat peribadatan, seperti : di masjid, gereja. Sedangkan di luar itu, kehidupan masyarakat berada dalam lingkungan ekonomi, perdagangan. cara kehidupan demikian mempunyai kecenderungan ke arah keduniawian, bila dibandingkan dengan kehidupan warga masyarakat desa yang cenderung ke arah keagamaan.
2) Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang-orang lain. Yang terpenting di sini adalah manusia perorangan atau individu. Di kota-kota kehidupan keluarga sering sukar untuk disatukan, sebab perbedaan kepentingan, paham politik, perbedaan agama, dan sebagainya.
3) Pembagian kerja di antara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata. Dalam lingkungan mahasiswa mereka lebih senang bergaul dengan sesamanya daripada dengan mahasiswa yang tingkatannya lebih tinggi atau rendah.
4) Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota daripada warga desa. Pekerjaan para warga desa lebih bersifat seragam, terutama dalam bidang bertani. Oleh karena itu pada masyarakat desa tidak banyak dijumpai pembagian kerja berdasarkan keahlian. Singkatnya, di kota banyak jenis-jenis pekerjaan yang dapat dikerjakan oleh warga kota.
5) Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan, menyebabkan bahwa interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi.
6) Jalan kehidupan yang cepat di kota-kota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu bagi warga kota, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.
7) Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab dikota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar. Hal ini sering menimbulkan pertentangan antara golongan tua dengan golongan muda. Oleh karena itu golongan muda yang belum sepenuhnya terwujud kepribadiannya, lebih sering mengikuti pola-pola baru dalam kehidupannya.
3. HUBUNGAN DESA DAN KOTA
Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komunitas yang terpisah sama sekali satu sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar di antara keduanya terdapat hubungan yang erat, bersifat ketergantungan, Karena di antara mereka saling membutuhkan. Kota tergantung pada desa dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan-bahan pangan seperti beras, sayur­, daging dan ikan. Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi jenis-­jenis pekerjaan tertentu di kota, misalnya saja buruh bangunan dalam proyek-­proyek perumahan, proyek pembangunan atau perbaikan jalan raya atau jembatan dan tukang becak. Mereka ini biasanya adalah pekerja-pekerja musiman. Pada saat musim tanam mereka, sibuk bekerja di sawah. Bila pekerjaan di bidang pertanian mulai menyurut, sementara menunggu masa panen mereka merantau ke kota terdekat untuk melakukan pekerjaan apa saja yang tersedia.
Sebaliknya, kota menghasilkan barang-barang yang juga diperlukan oleh orang desa seperti bahan-bahan pakaian, alat dan obat-obatan pembasmi hama pertanian, minyak tanah, obat-obatan untuk kesehatan dan alat transportasi. Kota juga menyediakan tenaga-tenaga yang melayani bidang­-bidang jasa yang dibutuhkan oleh orang desa tetapi tidak dapat dilakukannya sendiri, misalnya saja tenaga-tenaga di bidang medis atau kesehatan, elektronika dan alat transportasi sert tenaga yang mampu memberikan bimbingan dalam upaya peningkatan hasil budi daya pertanian, peternakan ataupun perikanan darat.

4.   ASPEK POSITIF DAN NEGATIF
Perkembangan kota merupakan manifestasi dari pola kehidupan sosial, ekonomi, kebudayaan dan politik. Semua ini akan dicerminkan dalam komponen-komponen yang membentuk struktur kota tersebut. Jumlah dan kualitas komponen suatu kota sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pertumbuhan kota tersebut. Secara umum dapat dikenal bahwa suatu lingkungan perkotaan, seyogyanya mengandung 5 unsur yang meliputi :
- Wisma : Unsur ini merupakan bagian ruang kota yang dipergunakan untuk tempat berlindung terhadap alam sekelilingnya, serta untuk melangsungkan kegiatan-kegiatan sosial dalam keluarga.
- Karya : Unsur ini merupakan syarat yang utama bagi eksistensi suatu kota, karena unsur ini merupakan jaminan bagi kehidupan bermasyarakat. Penyediaan lapangan kerja bagi suatu kota dapat dilakukan dengan cara menyediakan ruang; misalnya bagi kegiatan perindustrian, perdagangan, pelabuhan, terminal serta kegiatan-kegiatan kerja lainnya.
- Marga : Unsur ini merupakan ruang perkotaan yang berfungsi untuk menyelenggarakan hubungan antara suatu tempat dengan tempat lainnya di dalam kota (hubungan internal), serta hubungan antara kota itu dengan kota-kota atau daerah lainnya (hubungan eksternal).
- Suka : Unsur ini merupakan bagian dari ruang perkantoran untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan fasilitas-fasilitas hiburan, rekreasi, pertamanan, kebudayaan dan kesenian.
- Penyempumaan : Unsur ini merupakan bagian yang terpenting bagi suatu kota, tapi belum secara tepat tercakup ke dalam ke empat unsur diatas, termasuk fasilitas keagamaan, perkuburan kota, fasilitas pendidikan dan kesehatan, jaringan utilitas umum.
Kelima unsur pokok ini merupakan pola pokok dari komponen-komponen perkotaan yang kuantitas dan kualitasnya kemudian dirinci didalam perencanaan suatu kota tertentu sesuai dengan tuntutan kebutuhan yang spesifik untuk kota tersebut pada saat sekarang dan masa yang akan datang.
Kota secara internal pada hakikatnya merupakan suatu organisme, yakni kesatuan integral dari tiga komponen, meliputi “Penduduk, kegiatan usaha dan wadah” ruang fisiknya. Ketiganya saling terkait, oleh karenanya pengembangan yang tidak seimbang antara ketiganya akan menimbulkan kondisi kota yang tidak positif, antara lain semakin menurunnya kualitas hidup masyarakat kota. Dengan kata lain, suatu perkembangan mengarah pada penyesuaian lingkungan fisik ruang kota dengan perkembangan sosial dan kegiatan usaha masyarakat kota.
Di pihak lain, kota mempunyai juga peran/fungsi esternal, yakni seberapa jauh fungsi dan peran kota tersebut dalam kerangka wilayah dan daerah ­daerah yang dilingkupi dan melingkupinya, baik dalam skala regional maupun nasional. Dengan pengertian ini diharapkan bahwa suatu pengembangan kota tidak mengarah pada satu organ tersendiri yang terpisah dengan daerah sekitarnya, karena keduanya saling berkaitan.

5. MASYARAKAT PEDESAAN
A. Pengertian Desa/Pedesaan
Menurut Sutardjo Kartohadikusuma mengemukakan bahwa desa adalah suatu kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat dengan mengadakan pemerintahan sendiri.
Menurut Bintarto desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi, sosial, ekonomi, politik dan kultural yang terdapat di suatu daerah dalam hubungannya dan pengaruhnya secara timbal-balik dengan daerah lain.
Dengan ciri-cirinya sebagai berikut :
a) Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa.
b) Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan.
c) Cara ekonomi adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam seperti : iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.
Masyarakat pedesaan ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga/anggota masyarakat yang amat kuat yang hakikatnya, bahwa seseorang merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat dimana ia hidup dicintainya serta mempunyai perasaan bersedia untuk berkorban setiap waktu demi masyarakatnya atau anggota-anggota masyarakat, karena beranggapan sama-­sama sebagai anggota masyarakat yang saling mencintai saling menghormati, mempunyai hak tanggung jawab yang sama terhadap keselamatan dan kebahagian bersama di dalam masyarakat.
Bentuk-bentuk Kerjasama dalam masyarakat sering diistilahkan dengan gotong royong dan tolong-menolong. Pekerjaan gotong-royong pada waktu sekarang lebih popular dengan istilah Kerja bakti misalnya memperbaiki jalan, saluran air, menjaga keamanan desa (ronda malam) dan sebagainya.
Sedang mengenai macamnya pekerjaan gotong-royong (kerja bakti) itu ada 2 macam, yaitu :
a) Kerja bersama untuk pekerjaan-pekerjaan yang timbulnya dari inisiatif warga masyarakat itu sendiri (biasanya diistilahkan dari bawah).
b) Kerjasama untuk pekerjaan-pekerjaan yang inisiatifnya tidak timbul dari masyarakat itu sendiri berasal dari luar (biasanya berasal dari atas).
Kerjasama jenis pertama biasanya, sungguh-sungguh dirasakan kegunaannya bagi mereka, sedang jenis kedua biasanya sering kurang dipahami kegunaannya.
B. Hakikat Dan Sifat Masyarakat Pedesaan
Seperti dikemukakan oleh para ahli atau sumber bahwa masyarakat In­donesia lebih dari 80% tinggal di pedesaan dengan mata pencarian yang bersifat agraris. Masyarakat pedesaan yang agraris biasanya dipandang antara sepintas kilas dinilai oleh orang-orang kota sebagai masyarakat tentang damai, harmonis yaitu masyarakat yang adem ayem, sehingga oleh orang kota dianggap sebagai tempat untuk melepaskan lelah dari segala kesibukan, keramaian dan keruwetan atau kekusutan pikir.
Maka tidak jarang orang kota melepaskan segala kelelahan dan kekusutan pikir tersebut pergilah mereka ke luar kota. Karena merupakan tempat yang adem ayem, penuh ketenangan. Tetapi sebetulnya ketenangan masyarakat pedesaan itu hanyalah terbawa oleh sifat masyarakat itu yang oleh Ferdinand Tonics diistilahkan dengan masyarakat gemeinschaft (paguyuban). Jadi Paguyuban masyarakat itulah yang menyebabkan orang-orang kota menilai sebagai masyarakat itu tenang harmonis, rukun dan damai dengan julukan masyarakat yang adem ayem.
Dalam hal ini kita jumpai gejala-gejala sosial yang sering diistilahkan dengan :
a) Konflik ( Pertengkaran)
Ramalan orang kota bahwa masyarakat pedesaan adalah masyarakat yang tenang dan harmonis itu memang tidak sesuai dengan kenyataan sebab yang benar dalam masyarakat pedesaan adalah penuh masalah dan banyak ketegangan. Karena setiap hari mereka yang selalu berdekatan dengan orang-orang tetangganya secara terus-menerus dan hal ini menyebabkan kesempatan untuk bertengkar amat banyak sehingga kemungkinan terjadi peristiwa-peristiwa peledakan dari ketegangan amat banyak dan sering terjadi.
b) Kontraversi (pertentangan)
Pertentangan ini bisa disebabkan oleh perubahan konsep-konsep kebudayaan (adat-istiadat), psikologi atau dalam hubungannya dengan guna-guna (black magic). Para ahli hukum adat biasanya meninjau masalah kontraversi (pertentangan) ini dari sudut kebiasaan masyarakat.
c) Kompetisi (Persiapan)
Sesuai dengan kodratnya masyarakat pedesaan adalah manusia­manusia yang mempunyai sifat-sifat sebagai manusia biasanya yang antara lain mempunyai saingan dengan manifestasi sebagai sifat ini. Oleh karena itu maka wujud persaingan itu bisa positif dan bisa negatif. Positif bila persaingan wujudnya saling meningkatkan usaha untuk meningkatkan prestasi dan produksi atau output (hasil). Sebaliknya yang negatif bila persaingan ini hanya berhenti pada sifat iri, yang tidak mau berusaha sehingga kadang-kadang hanya melancarkan fitnah-fitnah saja, yang hal ini kurang ada manfaatnya sebaliknya menambah ketegangan dalam masyarakat.
d) Kegiatan pada Masyarakat Pedesaan
Masyarakat pedesaan mempunyai penilaian yang tinggi terhadap mereka yang dapat bekerja keras tanpa bantuan orang lain. Jadi jelas masyarakat pedesaan bukanlah masyarakat yang senang diam-diam tanpa aktivitas, tanpa adanya suatu kegiatan tetapi kenyataannya adalah sebaliknya. Jadi apabila orang berpendapat bahwa orang desa didorong untuk bekerja lebih keras, maka hal ini tidaklah mendapat sambutan yang sangat dari para ahli.
C. Sistem Nilai Budaya Petani Indonesia
Sistem nilai budaya petani Indonesia antara lain sebagai berikut :
a)         Para petani di Indonesia terutama di Jawa pada dasarnya menganggap
bahwa hidupnya itu sebagai sesuatu hal yang buruk, penuh dosa, kesengsaraan. Tetapi itu tidak berarti bahwa ia harus menghindari hidup yang nyata dan menghindari diri dengan bersembunyi di dalam kebatinan atau dengan bertapa, bahkan sebaliknya wajib menyadari keburukan hidup itu dengan jelas berlaku prihatin dan kemudian sebaik­baiknya dengan penuh usaha atau ikhtiar.
b) Mereka beranggapan bahwa orang bekerja itu untuk hidup, dan kadang-
kadang untuk mencapai kedudukannya.
c) Mereka berorientasi pada masa ini (sekarang), kurang memperdulikan
masa depan, mereka kurang mampu untuk itu. Bahkan kadang-kadang ia rindu masa lampau, mengenang kekayaan masa lampau (menanti datangnya kembali sang rain adil yang membawa kekayaan bagi mereka).
d) Mereka menganggap alam tidak menakutkan bila ada bencana alam atau
bencana lain itu hanya merupakan sesuatu yang barns wajib diterima kurang adanya agar peristiwa-peristiwa macam itu tidak berulang kembali. Mereka cukup saja dengan menyesuaikan diri dengan alam, kurang adanya usaha untuk menguasainya.
e) Dan untuk menghadapi alam mereka cukup dengan hidup bergotong-
royong, mereka sadar bahwa dalam hidup itu pada hakikatnya tergantung kepada sesamanya.
Kurang lebih 65% penduduk Indonesia pada umumnya berfungsi sebagai agraris. Keadaan ini dimungkinkan Karena kesuburan tanah dan iklim yang mendukung berkembangnya tanaman pertanian.
D. Unsur-Unsur Desa
Daerah, dalam arti tanah-tanah yang produktif dan yang tidak, beserta penggunaannya, termasuk juga unsur lokasi, luas dan batas yang merupakan lingkungan geografis setempat.
Penduduk, adalah hal yang meliputi jumlah pertambahan, kepadatan, persebaran dan mata pencaharian penduduk desa setempat.
Tata kehidupan, dalam hal ini pola pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga desa. Jadi menyangkut seluk-beluk kehidupan masyarakat desa.
Unsur lain yang termasuk unsur desa yaitu, unsur letak. Letak desa pada umumnya selalu jauh dari kota atau dari pusat-pusat keramaian. Peninjauan kedesa-desa atau perjalanan kedesa sama artinya dengan menjauhi kehidupan di kota dan lebih mendekati daerah-daerah yang monoton dan sunyi. Desa-desa yang pada perbatasan kota mempunyai kemampuan berkembang yang lebih banyak dari pada desa-desa di pedalaman.
Kadang-kadang di beberapa desa terdapat tenaga-tenaga yang berlebihan di bidang pertanian, sehingga timbul apa yang disebut dengan istilah pengangguran tak kentara atau "disguished unemploment" Dalam hal ini perlu diperhatikan penyaluran-penyaluran yang sebaik-baiknya, misalnya dengan lebih meningkatkan dan menyebarkan " rural industries" atau migrasi yang efisien.
Faktor lingkungan geografis memberi pengaruh juga terhadap kegotong-royongan ini. misalnya saja:
a. Faktor topografi setempat yang memberikan suatu ajang hidup dan suatu bentuk adaptasi kepada penduduk.
b. Faktor iklim yang dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif terhadap penduduk terutama petani-petaninya.
c. Faktor bencana alam seperti letusan gunung, gempa bumi, banjir dan sebagainya yang harus dihadapi dan dialami bersama.
E. Fungsi Desa
Pertama, dalam hubungannya dengan kota, maka desa yang merupakan “Hinterland” atau daerah dukung berfungsi sebagai suatu daerah pemberian bahan makanan pokok seperti padi, jagung, ketela, di samping bahan makanan lain seperti kacang, kedelai, buah-buahan, dan bahan makanan lain yang berasal dari hewan.
Kedua, desa ditinjau dari sudut potensi ekonomi berfungsi sebagai lumbung bahan mentah (raw material) dan tenaga kerja (man power) yang tidak kecil.
ketiga, dari segi kegiatan kerja (occupation) desa dapat merupakan desa agraris, desa manufaktur, desa industri, desa nelayan, dan sebagainya.
Salah satu peranan pokok desa terletak di bidang ekonomi. Daerah pedesaan merupakan tempat produksi pangan dan produksi komoditi ekspor. Peranan yang vital menyangkut produksi pangan yang akan menentukan tingkat kerawanan dalam jangka pembinaan ketahanan nasional. Oleh Karena itu, peranan masyarakat pedesaan dalam mencapai sasaran swasembda pangan adalah pealing sekali, bahkan bersifat vital. ciri-ciri masyarakat pedesaan di Indonesia pada umumnya dapat disimpulkan sebagai berikut :
(1) Homogenitas Sosial
Bahwa masyarakat desa pada umumnya terdiri dari satu atau beberapa kekerabatan saja. Oleh Karena itu hidup di desa biasanya terasa tenteram aman dan tenang. Hal ini disebabkan oleh pola pikir, pola penyikap dan pola pandangan yang sama dari setiap warganya dalam menghadapi suatu masalah. Kebersamaan, kesederhanaan keserasian dan kemanunggalan selalu menjiwai setiap warga masyarakat desa tersebut.
(2) Hubungan Primer
Pada masyarakat desa hubungan kekeluargaan dilakukan secara musyawarah. Mulai masalah-masalah umum/masalah bersama sampai masalah pribadi. Anggota masyarakat satu dengan yang lain saling mengenal secara intim. Pada masyarakat desa masalah kebersamaan dan gotong royong sangat diutamakan, walaupun secara materi mungkin sangat kurang atau tidak mengijinkan.
(3) Kontrol Sosial yang Ketat
Di atas dikemukakan bahwa hubungan pada masyarakat pedesaan sangat intim dan diutamakan, sehingga setiap anggota masyarakatnya saling mengetahui masalah yang dihadapi anggota yang lain. Bahkan ikut mengurus terlalu jauh masalah dan kepentingan dari anggota masyarakat yang lain. Kekurangan dari salah satu anggota masyarakat, adalah merupakan kewajiban anggota yang lain untuk menyoroti dan membenahinya.
(4) Gotong Royong
Nilai-nilai gotong royong pada masyarakat pedesaan tumbuh dengan subur dan membudaya. Semua masalah kehidupan dilaksankaan secara gotong royong, baik dalam arti gotong royong murni maupun gotong royong timbal balik. Gotong royong murni dan sukarela misalnya : melayat, mendirikan rumah dan sebagainya. Sedangkan gotong royong timbal balik misalnya : mengerjakan sawah, nyumbang dalam hajat tertentu dan sebagainya.
(5) Ikatan Sosial
Setiap anggota masyarakat desa diikat dengan nilai-nilai adat dan kebudayaan secara ketat. Bagi anggota yang tidak memenuhi norma dan kaidah yang sudah disepakati, akan dihukum dan dikeluarkan dari ikatan sosial dengan cara mengucilkan/memencilkan. Oleh karena itu setiap anggota harus patuh dan taat melaksanakan aturan yang ditentukan. Lebih-­lebih bagi anggota yang baru datang, ia akan diakui menjadi anggota masyarakat tersebut (ikatan sosial tersebut).
(6) Magis Religius
Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa bagi masyarakat desa sangat mendalam. Bahkan setiap kegiatan kehidupan sehari-hari dijiwai bahkan diarahkan kepadanya. Sering kita jumpai orang Jawa mengadakan selamatan-selamatan untuk meminta rezeki, minta perlindungan, minta diampuni dan sebagainya.
(7) Pola Kehidupan
Masyarakat desa bermata pencaharian di bidang agraris, baik pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan. Pada umumnya setiap anggota hanya mampu melaksanakan salah satu bidang kehidupan saja. Misalnya para petani, bahwa pertanian merupakan satu-satunya pekerjaan yang harus ia tekuni dengan balk. Bilamana bidang pertanian tersebut kegiatannya kosong, maka ia hanya menunggu sampai ada lagi kekgiatan di bidang pertanian. Di samping itu dalam mengolah pertanian semata-mata tetap/tidak ada perubahan atau kemajuan. Hal ini disebabkan pengetahuan dan keterampilan para petani yang masih kurang memadai. Olah karena itu masyarakat desa sering dikatakan masyarakat yang monoton.

6. URBANISME
Urbanisasi adalah suatu proses berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dapat pula dikatakan bahwa urbanisasi merupakan proses terjadinya masyarakat perkotaan.
Proses urbanisasi boleh dikatakan terjadi diseluruh dunia, baik pada negara-negara yang sudah maju industrinya maupun yang secara relatif belum memiliki industri. Bahwa urbanisasi mempunyai akibat-akibat yang negatif terutama dirasakan oleh negara yang agraris seperti Indonesia ini. Hal ini terutama disebabkan karena pada umumnya produksi pertanian sangat rendah apabila dibandingkan dengan jumlah manusia yang dipergunakan dalam produksi tersebut dan boleh dikatakan bahwa faktor kebanyakan penduduk dalam suatu daerah "Over-population" merupakan gejala yang umum di negara agraris yang secara ekonomis masih terbelakang.
Proses urbansiasi dapat terjadi dengan lambat maupun cepat, hal mana tergantung daripada keadaan masyarakat yang bersangkutan. Proses tersebut terjadi dengan menyangkut dua aspek, yaitu :
1. Perubahannya masyarakat desa menjadi masyarakat kota
2. Bertambahnya penduduk kota yang disebabkan oleh mengalirnya penduduk yang berasaldaridesa-desa (Pada umumnya disebabkan karena penduduk desa merasa tertarik oleh keadaan di kota).
Sehubungan dengan proses tersebut di atas, maka ada beberapa sebab yang mengakibatkan suatu daerah tempat tinggal mempunyai penduduk yang baik. Artinya adalah, sebab suatu daerah mempunyai daya tarik sedemikian rupa, sehingga orang-orang pendatang semakin banyak. Secara umum dapat dikatakan bahwa sebab-sebabnya adalah sebagai berikut :
1) Daerah yang termasuk menjadi pusat pemerintahan atau menjadi ibukota (seperti contohnya Jakarta).
2) Tempat tersebut letaknya sangat strategis sekali untuk usaha-usaha perdagangan/perniagaan. seperti misalnya sebuah kota pelabuhan atau sebuah kota yang letaknya dekat pada sumber-sumber bahan-bahan mentah.
3) Timbulnya industri di daerah itu, yang memproduksikan barang-barang maupun jasa-jasa.
Suatu masyarakat desa menjadi suatu persekutuan hidup dan kesatuan sosial didasarkan atas dua macam prinsip :
a. Prinsip hubungan kekerabatan (geneologis)
b. Prinsip hubungan tinggal dekat/teritorial
Prinsip ini tidak lengkap apabila yang mengikat adanya aktivitas tidak diikutsertakan, yaitu:
a. Tujuan khusus yang ditentukan oleh faktor ekologis,
b. Prinsip yang datang dari "Atas" oleh aturan dan undang-undang.

7. PERBEDAAN MASYARAKAT PEDESAAN DENGAN PERKOTAAN
Masyarakat dipedesaan kehidupannya berbeda dengan diperkotaan. Perbedaan-perbedaan ini berasal dari adanya perbedaan yang mendasar dari keadaan lingkungan, yang mengakibatkan adanya dampak terhadap personalitas dan segi-segi kehidupan.
Dalam memahami masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, tentu tidak akan mendefinisikannya secara universal dan objektif, tetapi berpatokan pada ciri-ciri masyarakat. Ciri-ciri itu ialah adanya sejumlah orang, tinggal dalam suatu daerah tertentu, adanya sistem hubungan, ikatan alas dasar kepentingan bersama, tujuan dan bekerja bersama, ikatan atas dasar unsur-­unsur sebelumnya, rasa solidaritas, sadar akan adanya interdependensi, adanya norma-norma dan kebudayaan. Kesemua ciri-ciri masyarakat ini dicoba ditranformasikan pada ealitas desa dan kota, dengan menitikberatkan pada kehidupannya. Ciri masyarakat desa juga mungkin belum tentu benar, sebab desa sedang mengalami perkembangan struktural yang tersusun dan terarah ke peningkatan integrasi masyarakat yang lebih luas sebagai akibat intensifnya hubungan kota dengan desa dan derasnya program pembangunan, sehingga dapat menimbulkan perubahan-perubahan.
1. Lingkungan Umum Dan Orientasi Terhadap Alam
Masyarakat pedesaan berhubungan kuat dengan alam, disebabkan oleh lokasi geografinya di daerah desa. Mereka sulit "Mengontrol" kenyataan alam yang dihadapinya, padahal bagi petani realitas alam ini sangat vital dalam menunjang kehidupannya.
2. Pekerjaan Atau Mata Pencaharian
Pada umumnya atau kebanyakan mata pencaharian daerah pedesaan adalah bertani. Tetapi mata pencaharian berdagang (bidang ekonomi) pekerjaan sekunder dari pekerjaan yang nonpertanian. Sebab beberapa daerah pertanian tidak lepas dari kegiatan usaha (business) atau industri, demikian pula kegiatan mata pencaharian keluarga untuk tujuan hidupnya lebih luas lagi. Di masyarakat kota mata pencaharian cenderung menjadi terspesialisasi, dan spesialisasi itu sendiri dapat dikembangkan, mungkin menjadi manajer suatu perusahaan, ketua atau pimpinan dalam suatu birokrasi. Sebaliknya seorang petani harus kompeten dalam bermacam-macam keahlian seperti keahlian memelihara tanah, bercocok tanam, penyakit, pemasaran, dan sebagainya. Jadi, petani keahliannya lebih luas bila dibandingkan dengan masyarakat kota.
3.     Ukuran Komunitas
Komunitas pedesaan biasanya lebih kecil dari komunitas perkotaan. Dalam mata pencaharian di bidang pertanian, imbangan tanah dengan manusia cukup tinggi bila dibandingkan dengan industri dan akibatnya daerah pedesaan mempunyai penduduk yang rendah per kilometer perseginya.
4.     Kepadatan Penduduk
Penduduk desa kepadatannya lebih rendah bila dibandingkan dengan kepadatan penduduk kota. Kepadatan penduduk suatu komunitas kenaikannya berhubungan dengan klasifikasi dari kota itu sendiri. Contohnya dalam perubahan-perubaban permukiman, dari penghuni satu keluarga menjadi pembangunan multi keluarga dengan flat dan apartemen seperti yang terjadi di kota.
5. Homogenitas Dan Heterogenitas
Homogenitas atau persamaan dalam ciri-ciri sosial dan psikologis, bahasa, kepercayaan, adat-istiadat, dan perilaku sering nampak pada masyarakat pedesaan bila dibandingkan dengan masyarakat perkotaan. Sebagai contoh, dalam perilaku, dan juga bahasa, penduduk di kota lebih heterogen. Hal ini karena daya tarik dari mata pencaharian, pendidikan, komunikasi, dan transportasi, menyebabkan kota menarik orang-orang dari berbagai kelompok etnis untuk berkumpul di kota.
6. Diferensiasi Sosial
Keadaan heterogen dari penduduk kota berindikasi pentingnya derajat yang tinggi didalam diferensiasi sosial. Fasilitas kota, hal-hal yang berguna, pendidikan, rekreasi, agama, bisnis, dan fasilitas perumahan (tempat tinggal), menyebabkan terorganisasi-nya berbagai keperluan, adanya pembagian pekerjaan, dan adanya saling membutuhkan serta saling tergantung. Kenyataan ini bertentangan dengan bagian-bagian kehidupan di masyarakat pedesaan. Tingkat homogenitas alami ini cukup tinggi, dan relatif berdiri sendiri dengan derajat yang rendah daripada diferensiasi sosial.
7. Pelapisan Sosial
Klas sosial di dalam masyarakat sering nampak dalam perwujudannya seperti "Piramida sosial", yaitu klas-klas yang tinggi berada pada posisi atas piramida, klas menengah ada di antara kedua tingkat klas eksterm dari masyarakat.
Ada beberapa perbedaan "Pelapisan sosial tak resmi" ini antara masyarakat desa dan masyarakat kota:
a. Pada masyarakat kota aspek kehidupan pekerjaan, ekonomi, atau sosial­ politik lebih banyak sistem pelapisannya dibandingkan dengan di desa.
b. Pada masyarakat desa kesenjangan antara klas eksterm dalam piramida sosial tidak besar, sedangkan pada masyarakat kota jarak antara klas eksterm yang kaya dan miskin cukup besar. Didaerah pedesaan tingkatannya hanya kaya dan miskin saja.
c. Pada umumnya masyarakat pedesaan cenderung berada pada klas menengah menurut ukuran desa, sebab orang kaya dan orang miskin sering bergeser ke kota. Kepindahan orang miskin ini disebabkan tidak mempunyai tanah, mencari pekerjaan ke kota, atau ikut transmigrasi.
d. Ketentuan kasta dan contoh-contoh perilaku yang dibutuhkan sistem kasta tidak banyak terdapat, tetapi di Indonesia, khususnya di Bali, ada ketentuan klas ini.
8. Mobilitas Sosial
Mobilitas sosial berkaitan dengan perpindahan atau pergerakan suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya; mobilitas kerja dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lainnya; mobiltias teritorial dari daerah desa ke kota, dari kota ke desa, atau di daerah desa dan kota sendiri.
Terjadinya peristiwa mobilitas social disebabkan oleh penduduk kota yang heterogen, terkonsentrasinya kelembagaan-kelembagaan, saling tergantungnya organisasi-organisasi, dan tingginya diferensiasi sosial. Maka mobilitas sering terjadi di kota dibandingkan dengan di daerah pedesaan. Mobilitas teritorial (wilayah) di kota lebih sering ditemukan daripada di daeraha pedesaan, dan segi-segi penting dari mobilitas tersebut adalah :
a. Banyak penduduk yang pindah kamar atau rumah ke kamar atau rumah lain, Karena sistem kontrak yang terdapat di kota; dan di desa tidak demikian.
b. Waktu yang tersedia bagi penduduk kota untuk berpergian per satuan penduduk lebih banyak dibandingkan dengan orang-orang desa.
c. Berpergian setiap hari di dalam atau di luar dan pusat penduduk, di daerah kota lebih besar dibandingkan dengan penduduk di desa.
d. Waktu luang di kota lebih sedikit dibandingkan dengan di daerah pedesaan, sebab mobilitas penduduk kota lebih tinggi.
9. Interaksi Sosial
Tipe interaksi sosial di desa dan di kota perbedaannya sangat kontras, baik aspek kualitasnya waupun kuantitasnya. Perbedaan yang penting dalam interaksi sosial di daerah pedesaan dan perkotaan, di antaranya :
a, Masyarakat pedesaan lebih sedikit jumlahnya dan tingkat mobilitas sosialnya rendah, maka kontak pribadi per individu lebih sedikit. Demikian puia kontak melalui radio, televisi, majalah, poster, koran, dan media lain.
b. Dalam kontak sosial berbeda secara kuantitatif walaupun secara kualitatif. Penduduk kota lebih sering kontak, tetapi cenderung formal sepintas lain, dan tidak bersifat pribadi (impersonal), tetapi melalui tugas atau kepentingan yang lain. Di desa kontak sosial terjadi lebih banyak dengan tatap muka, ramah-tamah (informal), dan pribadi.
10. Pengawasan Sosial
Tekanan sosial masyarakat di pedesaan lebih kuat karena kontaknya yang bersifat pribadi dan ramah-tamah (informal), dan keadaan masyarakatnya yang homogen. Penyesuaian terhadap norma-norma sosial lebih tinggi dengan tekanan sosial yang informal, dan nantinya dapat berarti sebagai pengawasan sosial. Di kota pengawasan sosial lebih bersifat formal, pribadi, kurang terkena aturan yang ditegakkan, dan peraturan lebih menyangkut masalah pelanggaran.
1 1. Pola Kepemimpinan
Menentukan kepemimpinan di daerah pedesaan cenderung banyak ditentukan oleh kulitas pribadi dari individu dibandingkan dengan kota. Keadaan ini disebabkan oleh lebih luasnya kontak tatap muka, dan individu lebih banyak saling mengetahui daripada di daerah kota. Misalnya karena kesalehan, kejujuran, jiwa pengorbanannya, dan pengalamannya. Kalau kriteria ini melekat terus pada generasi selanjutnya, maka kriteria keturunan pun akan menentukan kepemimpinan di pedesaan.
12. Standar Kehidupan
Berbagai alat yang menyenangkan di rumah, keperluan masyarakat, pendidikan, rekreasi, fasilitas agama, dan fasilitas lain akan membahagiakan kehidupan bila disediakan dan cukup nyata dirasakan oleh penduduk yang jumlahnya padat. Di kota, dengan konsentrasi dan jumlah penduduk yang padat, tersedia dan ada kesanggupan dalam menyediakan kebutuhan tersebut, sedangkan didesa terkadang tidak demikian. Orientasi hidup dan pola berpikir masyarakat desa yang sederhana dan scandal hidup demikian kurang mendapat perhatian.
13. Kesetiakawanan Sosial
Kesetiakawanan social atau kepaduan dan kesatuan, pada masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan banyak ditentukan oleh masing-masing faktor yang berbeda. Pada masyarakat pedesaan kepanduan dan kesatuan merupakan akibat dari sifat-sifat yang sama, persamaan dalam pengalaman, tujuan yang sama, di mana bagian dari masyarakat pedesaan hubungan pribadinya bersifat informal dan tidak bersifat kontrak sosial (perjanjian). Pada masyarakat pedesaan ada kegiatan tolong-menolong (gotong­royong)dan musyawarah, yang pada saat sekarang masih dirasakan meskipun banyak pengaruh dari gagasan ideologis dan ekonomis (padat karya) ke pedesaan. Kesatuan dan kepaduan di daerah perkotaan berbeda.
14. Nilai Dan Sistem Nilai

Nilai dan sistem nilai di desa dengan di kota berbeda, dan dapat diamati dalam kebiasaan, cara, dan norma yang berlaku. Pada masyarakat pedesaan, misalnya mengenai nilai-nilai keluarga, dalam masalah pola bergaul dan mencari jodoh kepala keluarga masih berperan. Nilai-nilai agama masih dipegang kuat dalam bentuk pendidikan agama (madrasah). Aktivitasnya nampak hidup (fenomenanya). Bentuk-bentuk ritual agama yang berhubungan dengan kehidupan atau proses mencapai dewasanya manusia, selalui diikuti dengan upacara-upacara. Nilai-nilai pendidikan belum merupakan orientasi bernilai penuh bagi penduduk desa, cukup dengan bisa baca-tulis dan pendidikan agama. Dalam hal nilai-nilai ekonomi, terlihat pada pola usaha taninya yang masih bersifat subsistem tradisional, kurang berorientasi pada ekonomi. Masih banyak nilai lainnya yang berbeda dengan masyarakat kota. Dalam hal ini masyarakat kota bertentangan atau tidak sepenuhnya sama dengan sistem nilai di desa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar